Stockbit membaca harga batu bara justru cenderung resilient dan bertahan di kisaran USD130–135 per ton pada 2024-2025. Estimasi ini disebut dapat mendongkrak laba emiten-emiten coal tumbuh 5-30 persen.
Analisa ini didasarkan pada proyeksi International Energy Agency (IEA) bahwa penurunan permintaan disertai juga dengan penurunan produksi, sehingga membangun resiliensi harga batu bara.
Data IEA mencatat konsumsi batu bara diprediksi akan menurun dengan rata-rata pertumbuhan tahunan (CAGR) sebesar -0,8 persen pada 2023–2026. Pada periode yang sama, produksi batu bara juga diprediksi akan turun dengan CAGR -1,3 persen.
Permintaan batu bara dipandang masih akan tetap tinggi, didorong oleh meningkatnya permintaan pada negara-negara berkembang seperti India dan Asia Tenggara. “Sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi mereka yang relatif kencang,” tulis IEA.
Lebih jauh, peningkatan permintaan dari negara berkembang juga disebut akan mengkompensasi penurunan permintaan dari negara-negara maju, seperti AS dan Eropa.