“Kami pikir akan ada satu kenaikan lagi dan kemudian bertahan di sana hingga akhir 2023, dan mungkin tidak akan mengalami penurunan. Investor akan mencoba mengunci imbal hasil yang lebih tinggi itu," kata Jenny Johnson, Kepala eksekutif Franklin Templeton.
Namun, dia menambahkan bahwa tidak semua pendapatan tetap akan menghasilkan pengembalian yang besar tahun ini, dan pemilihan obligasi secara aktif akan menjadi lebih penting.
“Ini adalah waktu yang penting untuk aktif di instrumen pendapatan tetap. Ini bukan waktu yang tepat untuk bersikap pasif di dalamnya,” imbuh Johnson.
Potensi Indonesia
Obligasi di emerging markets (EMs) atau pasar berkembang nampaknya juga akan ketiban cipratan dari fenomena ini, termasuk Indonesia.
Mengutip Okezone.com, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kinerja pasar keuangan dan Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia masih positif di tengah ketidakpastian global, terlihat dari tren capital inflow yang masih berlanjut.
Menkeu mencatat arus modal global ke pasar berkembang menunjukkan arah positif, dengan total capital inflow mencapai USD9,8 miliar sepanjang April 2023 di mana inflow obligasi sebesar USD7,7 miliar.
Secara keseluruhan, pemerintah mencatat secara keseluruhan capital inflow masuk ke pasar obligasi dalam negeri sebesar Rp 59,07 triliun secara year to date (ytd).
Secara khusus, per April 2023 aliran modal asing masuk ke pasar obligasi RI sebesar Rp 4,16 triliun. Adapun data Kementerian Keuangan mencatat, kepemilikan SBN non residen tercatat Rp827,72 triliun per 19 Mei 2023. (Lihat grafik di bawah ini.)
“Kepemilikan asing di dalam surat berharga negara kita sedikit mengalami kenaikan dari 14,36% ke 15,20%. Ini tentu suatu yang menstabilkan karena pada saat yang sama, kepemilikan SBN masih paling besar perbankan kita,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA, Senin (22/5/2023). (ADF)