Ada garis tipis antara keduanya dan bagaimana kenaikan suku bunga akan berdampak pada perekonomian. Bank sentral biasanya tidak menginginkan hard landing karena bisa menimbulkan dampak negatif yang serius.
Istilah soft landing muncul sebagai jargon Wall Street selama masa jabatan Alan Greenspan sebagai ketua The Fed.
Dia dianggap bertanggung jawab atas rekayasa soft landing pada periode 1994-1995. Istilah soft landing juga lekat dengan The Fed melalui rekayasa kebijakan untuk memulihkan ekonomi pada krisis 1984 dan 2018.
Mungkinkah Soft landing?
Mengutip Bloomberg, Ed Yardeni, ahli strategi saham dan pendiri firma riset memproyeksi peluang pendaratan lunak sebesar 60% seiring data ekonomi yang kuat, konsumen yang tangguh, dan tanda-tanda penurunan tekanan harga.
Konsumsi di AS memang terbukti tangguh di tengah tekanan biaya pinjaman yang lebih tinggi dan kenaikan harga kebutuhan.
Penurunan harga energi dari puncaknya musim panas lalu dan terus membaiknya data inflasi membuat beberapa ekonom percaya bahwa The Fed dapat melakukan pendaratan lunak di mana inflasi surut dan ekonomi tidak mengalami resesi.
David Kelly, chief global strategist di JPMorgan Asset Management, bertaruh bahwa inflasi akan terus menurun pada tahun 2023, membantu ekonomi AS lolos dari resesi.
Namun, jika merujuk sejarah, ada poin krusial terjadinya kemungkinan soft landing. Resesi, atau pendaratan keras terjadi ketika inflasi memuncak di atas 5%.
Periode tersebut terjadi di antara tahun 1948, 1951, 1970, 1974, 1980, 1990, dan 2008. Namun, saat ini, inflasi masih berada di bawa 5% sepanjang tahun 2022.
Oleh karenanya, analis pasar Lance Roberts menyebutkan bahwa kemungkinan soft landing masih jauh dari mungkin.
“Kami ragu soft landing akan datang,”ujarnya mengutip Investing.com, Senin (30/1).
Tingkat pertumbuhan yang lebih lambat, dikombinasikan dengan kebijakan moneter yang lebih ketat menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan. Hal ini juga karena risiko disinflasi menjadi tantangan kebijakan moneter berikutnya.
Pernyataan Jerome Powell baru-baru ini dari pidato Brookings Institution penuh dengan peringatan tentang adanya lag effect dari perubahan kebijakan moneter. (ADF)