Ketidakpastian yang lebih luas atas ekonomi AS, terutama pasar tenaga kerja yang mendingin dan penutupan pemerintah yang sedang berlangsung juga diperkirakan mendorong pelonggaran lebih lanjut oleh The Fed.
Dari sentimen domestik, Kementerian Keuangan memaparkan strategi utama pemerintah untuk mengelola rasio utang yang mencapai sekitar Rp9.000 triliun.
Strategi tersebut berfokus pada efisiensi belanja anggaran dan peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk menekan defisit dan menaikkan rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (tax-to-GDP ratio).
Total utang pemerintah pusat per akhir Juni 2025 adalah Rp9.138,05 triliun, yang terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp7.980,87 triliun dan pinjaman senilai Rp1.157,18 triliun. Angka ini merupakan rasio sebesar 39,86 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Oleh karena itu, pentingnya pengeluaran pemerintah yang optimal agar berdampak maksimal pada perekonomian. Strategi yang pertama adalah anggarannya dibelanjakan, tepat sasaran, tepat waktu, gak ada kebocoran, optimalkan dampak anggaran ke perekonomian.
Dengan efektivitas belanja ini, pertumbuhan ekonomi akan lebih cepat, didukung oleh perbaikan di sektor penerimaan (pajak dan bea cukai) dan pertumbuhan sektor riil yang kuat. Dan pada gilirannya akan meningkatkan penerimaan pajak.
Berdasarkan analisis tersebut, Ibrahim memprediksi mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif pada perdagangan selanjutnya dan berpotensi ditutup melemah dalam rentang Rp16.600-Rp16.630 per USD.
(NIA DEVIYANA)