sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Kerugian Menyempit hingga Kuartal III, Saham SMRU Masih Dibayangi Risiko Delisting

Market news editor Desi Angriani
31/12/2025 10:46 WIB
SMRU masih membukukan kinerja negatif hingga kuartal III-2025, meski tekanan kerugian mulai menunjukkan perbaikan.
Kerugian Menyempit hingga Kuartal III, Saham SMRUMasih Dibayangi Risiko Delisting (Foto: dok Freepik)
Kerugian Menyempit hingga Kuartal III, Saham SMRUMasih Dibayangi Risiko Delisting (Foto: dok Freepik)

IDXChannel - PT SMR Utama Tbk (SMRU) masih membukukan kinerja negatif hingga kuartal III-2025, meski tekanan kerugian mulai menunjukkan perbaikan. 

Emiten jasa pertambangan tersebut mencatat rugi bersih sebesar Rp39,7 miliar, membaik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dengan kerugian Rp61,1 miliar.

Dengan capaian tersebut, rugi bersih per saham SMRU tercatat setara Rp3,17 per saham. Selain tekanan kinerja, saham SMRU juga berpotensi delisting.

Saham perseroan telah dikenakan penghentian sementara perdagangan (suspensi) selama lebih dari enam bulan, sejak 23 Januari 2020. 

Sekretaris Perusahaan SMRU, Arief Novaldi menjelaskan, melemahnya kinerja operasional disebabkan belum optimalnya utilisasi alat berat milik entitas anak, PT Ricobana Abadi (RBA). 

"Alat berat berkapasitas 60-100 ton belum dapat dimanfaatkan secara maksimal lantaran belum diperolehnya kontrak pengganti proyek Sambarata Mine Operation (SMO)," katanya dalam laporan Public Expose di keterbukaan informasi, Selasa (30/12/2025)

Arief menambahkan, tekanan operasional anak usaha semakin tinggi sejak April 2025. Aktivitas perusahaan terkendala area disposal serta runtuhnya jembatan provinsi, yang berdampak langsung pada terganggunya transportasi hauling batu bara dari area tambang menuju pelabuhan. Bahkan, aktivitas hauling terhambat dan tidak berjalan sejak September. 

Di tengah keterbatasan operasional tersebut, manajemen perseroan dan entitas anak terus melakukan langkah efisiensi untuk menekan beban biaya. Upaya penghematan dilakukan pada komponen biaya tetap (fixed cost) maupun biaya variabel (variable cost).

Selain itu, manajemen juga aktif mencari kontrak kerja baru di luar proyek yang telah ada. Salah satu strategi yang ditempuh adalah mengoptimalkan aset yang saat ini menganggur, khususnya unit-unit alat berat di Sambarata, dengan merentalkannya kepada pihak ketiga.

Untuk 2026, prospek pemulihan kinerja masih bergantung pada keberhasilan perseroan memperoleh proyek baru. Manajemen menyatakan tengah menjajaki sejumlah peluang tambang di wilayah Sumatera Selatan. Namun, seluruh proyek tersebut masih terkendala pada proses persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).

"Sampai dengan saat ini, perseroan belum memiliki rencana korporasi di 2026," tutur dia.

(DESI ANGRIANI)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement