Di tangan Bakrie Group pula BUMI menjajaki bisnis pertambangan minyak dan gas alam juga pertambangan dengan mengakuisisi perusahaan pertambangan besar, yakni Gallo Oil, Kaltim Prima Coal, dan PT Arutmin Indonesia pada periode 2000-2005.
Pada periode itulah BUMI mencatatkan prestasinya, menjadi saham yang paling diminati banyak investor. BUMI bahkan sempat menerima julukan ‘saham sejuta umat’. Saat itu juga likuiditas BUMI sangat tinggi, sehingga tak mengherankan mengapa investor begitu meminatinya.
Namun lagi-lagi harus menghadapi krisis subprime mortgage yang terjadi Amerika Serikat dan berimbas pada Indonesia. Saat itu pun, IHSG anjlok drastis hingga 80%. Harga BUMI yang tadinya tinggi, anjlok hingga 95% pada awal 2009.
BUMI harus merasakan dampak penurunan harga batu bara dunia pada 2011, di mana harga batu bara turun dari USD49/ton dari yang semula berada di atas USD100/ton. Lantas, sepanjang 2012 hingga seterus saham BUMI terus menurun hingga menyentuh Rp50/saham pada 2015.
Saat ini, BUMI tercatat diperdagangkan di level Rp140 per lembar saham. Sejak penurunan berangsur yang dimulai pada 2011 itu, BUMI belum pernah mencatatkan kenaikan harga signifikan lagi.