Namun, Marolop juga menilai bahwa PGAS tetap berpotensi mengalami kerugian dari transaksi dengan Gunvor. Dicontohkannya, untuk memenuhi kontrak penjualan tersebut, bisa jadi PGAS mendapatkan pasokan LNG di harga yang lebih tinggi.
"Yang namanya bisnis, apalagi di sektor migas yang tidak bisa diprediksi fluktuasi harganya, kerugian itu adalah bagian dari risiko bisnis," tutur MArolop.
Dikatakan Marolop juga, bahwa kontrak jual beli gas selalu berdimensi jangka panjang, Sehingga tidak bisa mengukur untung rugi sebuah kontrak hanya dalam satu tahun kalender.
Karena itu, Marolop menyatakan bahwa untuk dapat menilai secara obyektif, maka harus dilihat dulu sampai dengan kontrak tersebut berakhir.
Sebagai perusahaan milik pemerintah, PGAS memiliki fundamental bisnis yang kuat dan menjadi agregator bisnis gas bumi di Indonesia. Strategi PGN untuk memperluas portofolio dengan masuk ke bisnis LNG sudah sangat tepat.