IDXChannel - Analis menilai penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat ini masih wajar. Ini karena secara historis, IHSG memang cenderung turun pada September hingga November, dan akan kembali menguat jelang akhir tahun.
Dikutip dari IDX 2nd Session Closing, seperti ditulis Sabtu (15/10/2022), meski sempat dibuka melesat 0,74% di awal perdagangan Jumat (14/10) sejalan dengan rilis inflasi AS yang melandai, namun IHSG di sesi I hari ini justru berakhir melemah.
IHSG Jumat kemarin ditutup di zona merah pada sesi terakhir perdagangan. Indeks saham sempat dibuka menguat, namun sesi akhir ditutup turun 66,09 poin atau 0,96% ke level 6.814.
Pelemahan ini melanjutkan penutupan perdagangan Kamis (13/10), di mana IHSG pada sesi sore ditutup pada level 6.880,63. Dengan demikian, IHSG selama sepekan ini terus menerus melemah, serta belum mampu mencapai level psikologis 7.000 sejak terakhir di level 7.026 pada akhir pekan lalu.
Analis menilai, penurunan yang terjadi saat ini masih wajar, karena secara historikal IHSG kerap turun pada September hingga November setiap tahun, sebelum kembali terangkat oleh sentimen window dressing.
Seperti pada 2019, IHSG tercatat koreksi di bulan September sebesar 2,52% dan pada September 2020, IHSG mengalami koreksi 7,03%. Sementara itu, di September tahun ini, IHSG juga tercatat turun 1,92% dan di Oktober berjalan 2,27%.
Meski demikian ada sejumlah saham yang konsisten memberi return di periode September hingga Desember per tahunnya. Saham-saham ini pun bisa jadi pertimbangan bagi investor yang ingin mengamankan dana investasi yang dimiliki.
Kebanyakan saham yang berkinerja defensif ini adalah saham berkapitalisasi saham besar atau saham big caps dan secara historikal saham BBCA, BBRI, BMRI, serta BBNI hampir selalu memberikan imbal hasil positif pada setiap September-November tiap tahunnya.
Dari keempat saham tersebut, hanya BBNI yang gagal memberikan return positif di 2021 karena tertekan oleh sentimen Covid-19.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Martha Christina menuturkan, saham perbankan sebenarnya bukanlah sektor yang defensif dari tekanan ekonomi global. Namun yang membuat keempat saham emiten perbankan big caps itu tetap kuat adalah kondisi fundamental dan prospek yang bagus.
Meski terdapat ancaman resesi global, Martha memperkirakan, sub sektor perbankan akan menjadi penopang pergerakan IHSG. Karena sepanjang pertumbuhan ekonomi masih positif, maka kredit perbankan akan tetap tumbuh.
Sementara itu, Direktur Utama Bank Mandiri, Darmawan Junaidi dalam keterangannya menyebutkan, BMRI akhirnya mencatat all time high di level 9.600. Darmawan mengatakan, kinerja positif pergerakan saham tersebut tidak lepas dari transformasi bisnis yang terus konsisten dilakukan Bank Mandiri.
Konsistensi tersebut diwujudkan pula dengan torehan kinerja yang solid. Tercatat hingga akhir Agustus 2022, Bank Mandiri secara bank only telah berhasil membukukan kredit sebesar Rp887,33 triliun atau tumbuh 9,89% secara year on year (YoY), selaras dengan iklim ekonomi yang positif.
(FAY)