Sejak proyek tersebut dimulai pada 2011 lalu, perusahaan sudah mengeluarkan anggaran sekitar 714 juta dolar AS atau setara Rp10 triliun. Angka ini mengalami pembengkakan Rp3 triliun dari rencana semula yang hanya Rp7 triliun.
Pada Juli 2019 lalu, mantan Komisaris Independen Krakatau Steel Roy Maningkas mencatat permasalahan tersebut sudah disampaikan oleh Dewan Komisaris kepada Kementerian BUMN berulang-ulang.
Adapun beberapa poin yang diingatkan adalah adanya keterlambatan penyelesaian project blast furnace yang sudah mencapai 72 bulan. Namun usulan ini seperti diabaikan.
Pemegang saham menilai akan sangat sayang jika tidak dilanjutkan sebab, emiten sudah membeli bahan baku yang banyak untuk operasi proyek ini. (RAMA)