"Startup itu memiliki utang untuk investasi dan pengembangan bisnis. Artinya itu utang yang produktif, bukan konsumtif. Selama utang itu sehat dan terukur dari segi DER, profitabilitias dan likuiditasnya, maka wajar-wajar saja. Bukan masalah," ungkap Andri.
Hingga Juni 2022 lalu, pendapatan Blibli tercatat melonjak sebesar 127 persen secara tahunan, menjadi Rp6,71 triliun dari Rp2,99 triliun. Pada saat yang sama, perusahaan yang terafiliasi dengan Djarum Group tersebut juga mengantongi laba bruto sebesar Rp560,8 miliar, naik dari Rp225,7 miliar, untuk perbandingan periode yang sama. Hal itu mencerminkan rasio laba bruto (gross profit margin) sebesar 8,35 persen.
Performa bisnis Blibli hingga semester II-2022 juga meningkat. Total Processing Value (TPV) pada 2021 tercatat sebesar Rp32,4 triliun, meningkat 45 persen dari Rp22,4 triliun pada 2020, terutamanya dikontribusikan oleh pertumbuhan dari seluruh segmen bisnis Blibli, termasuk segmen ritel 1P, ritel 3P, institusi dan toko fisik.
Monthly Active Customer (MAU), yang merupakan kombinasi jumlah pelanggan unik untuk segmen ritel 1P dan ritel 3P yang berinteraksi dengan produk atau jasa pada platform Blibli.com dan/atau tiket.com, pada 2021 tercatat mencapai 38,4 juta pelanggan, meningkat dari 31,1 juta pelanggan pada tahun sebelumnya.
Kemudian jumlah pelanggan institusi Blibli pada 2021 juga meningkat dari 80.752 pelanggan menjadi 153.057 pelanggan. Pelanggan institusi termasuk institusi swasta maupun pemerintah. (TSA)