Loyo, Rupiah Hari Ini Ditutup di Rp14.361 per USD

IDXChannel - Nilai tukar (kurs) rupiah hari ini ditutup melemah 17 poin di level Rp14.361 setelah sebelumnya juga menurun Rp14.344.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, dolar AS naik dari level terendah satu minggu pada hari Jum’at setelah Ketua Federal Reserve Jerome Powell mengkonfirmasi pengetatan setengah poin persentase pada pertemuan kebijakan bulan depan, termasuk kenaikan suku bunga berturut-turut tahun ini.
"Powell mengatakan kenaikan suku bunga setengah poin akan "di atas meja" ketika Fed bertemu pada 3-4 Mei untuk menyetujui yang berikutnya dalam apa yang diharapkan menjadi serangkaian kenaikan suku bunga tahun ini," tulis Ibrahim dalam risetnya, Jumat (22/4/2022).
Selain itu, Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde mengatakan ECB mungkin perlu memangkas prospek pertumbuhannya lebih lanjut karena dampak dari invasi Rusia ke Ukraina membebani rumah tangga dan bisnis.
Komentar Lagarde kontras dengan komentar hawkish dari pejabat ECB yang tampaknya menyarankan pejabat Bank Sentral Eropa menaikkan taruhan bahwa suku bunga zona euro akan segera naik. Joachim Nagel, presiden Bundesbank Jerman, bergabung dengan pembuat kebijakan mengatakan ECB dapat menaikkan suku bunga pada awal kuartal ketiga.
Berita politik Eropa juga mendukung, dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron menyelesaikan rintangan besar menjelang pemilihan putaran kedua hari Minggu dengan penampilan agresif dalam debat TV melawan kandidat sayap kanan Marine Le Pen.
Dengan pemungutan suara yang menentukan hanya empat hari lagi, sekitar 59% pemirsa menganggap Macron sebagai yang paling meyakinkan dalam debat, menurut jajak pendapat singkat untuk BFM TV, menunjukkan keunggulan 10 poin persentase Macron dalam jajak pendapat tidak terancam.
Dari sentimen domestik, kenaikan angka inflasi menjadi masalah serius. Hal ini tak hanya terjadi di negara berkembang dan negara pasar berkembang saja tetapi juga negara maju. Selain itu, inflasi juga kini menjadi masalah di negara maju. Peningkatan inflasi di berbagai belahan dunia merupakan dampak dari konflik Rusia dan Ukraina yang masih berlangsung.
Ketegangan geopolitik kedua negara menyebabkan tingginya harga komoditas, terutama harga energi dan makanan yang berdampak langsung kepada seluruh negara. Selain inflasi, dampak konflik kedua negara adalah melalui jalur perdagangan. Ketegangan ini tentunya membuat masalah dalam rantai pasokan global serta membuat perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Dengan adanya konflik kedua negara ini, Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi ke bawah proyeksi ekonomi global dari 4,4 persen menjadi 3,6 persen pada tahun ini.
Tak hanya di jalur perdagangan, konflik Rusia dan Ukraina pun memberi dampak kepada jalur keuangan dengan implikasi banyaknya bank sentral dunia yang merasa perlu menaikkan suku bunga untuk mengatasi inflasi dan pengetatan likuiditas global.