IDXChannel - Emiten pengelola Rumah Sakit Mayapada, PT Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk (SRAJ) diproyeksi mencatatkan pertumbuhan setelah mengalami kerugian sebesar Rp28,52 miliar pada kuartal I-2025.
Proyeksi tersebut seiring dengan rencana pembukaan rumah sakit baru di Jakarta Garden City (Cakung) dan fasilitas 150 tempat tidur di Lebak Bulus pada 2026, disusul Mayapada Apollo Batam International Hospital pada 2027.
Dengan demikian, jumlah rumah sakit SRAJ akan bertambah dari tujuh menjadi sembilan. Sementara kapasitas tempat tidur naik 42 persen menjadi sekitar 1.750 unit.
Selain itu, masuknya Bain Capital, perusahaan ekuitas swasta asal Amerika Serikat sebagai pemegang saham SRAJ pada Februari lalu juga meningkatkan kepercayaan investor.
Berdasarkan hal tersebut, Samuel Sekuritas memperkirakan SRAJ mencatat percepatan pertumbuhan EBITDA dengan CAGR 31 persen pada periode 2025–2027.
"Margin EBITDA diproyeksikan membaik 1-3 persen per tahun mulai 2025, seiring dengan meningkatnya kompleksitas kasus medis dan pembukaan rumah sakit baru," tulis analis Samuel Sekuritas Jonathan Guyadi dalam risetnya dikutip Minggu (14/9/2025).
Jonathan menambahkan, sektor kesehatan Indonesia juga masih memiliki ruang pertumbuhan yang sangat besar. Tingkat kepadatan rumah sakit dan dokter masih jauh tertinggal dibandingkan negara tetangga, ditambah dengan belanja kesehatan pemerintah yang relatif rendah yakni hanya 6 persen dari APBN 2025.
Kerja sama SRAJ dengan Mayapada Apollo Batam diyakini akan memperkuat daya saing, terutama dalam merebut pasar medical tourism yang selama ini didominasi Thailand, Malaysia, dan Singapura.
Samuel Sekuritas memberikan rekomendasi speculative buy untuk saham SRAJ dengan target harga Rp13.150 per saham. Target tersebut mencerminkan potensi kenaikan 58,4 persen, salah satunya didorong peluang masuknya SRAJ ke dalam indeks MSCI large-cap.
Meski demikian, ada sejumlah risiko yang perlu dicermati investor, seperti volume pasien yang lebih rendah dari perkiraan, penguatan dolar AS yang lebih tinggi dari ekspektasi, serta likuiditas saham yang masih terbatas.
(DESI ANGRIANI)