Di sisi lain, pemerintah Libya yang berbasis di wilayah timur mengumumkan penutupan semua ladang minyaknya sehingga produksi dan ekspor berhenti total.
“Risiko terbesar bagi pasar minyak mungkin adalah penurunan lebih lanjut produksi minyak Libya karena ketegangan politik di negara tersebut, dengan risiko bahwa produksi bisa turun dari level saat ini yaitu 1 juta barel per hari menjadi nol,” kata analis Giovanni Staunovo dari Bank Swiss UBS.
Karena itu, investor tetap harus berhati-hati atas tindakan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya (OPEC+) yang memiliki rencana untuk meningkatkan produksi akhir tahun ini.
(DESI ANGRIANI)