sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Menilik Prospek Obligasi RI 2025 di Tengah Rengkuhan Tantangan

Market news editor Dinar Fitra Maghiszha
09/01/2025 17:59 WIB
Pasar surat utang atau obligasi Indonesia bersiap menghadapi dinamika yang relatif kompleks pada 2025. Bagaimana prospeknya di Tahun Ular Kayu?
Menilik Prospek Obligasi RI 2025 di Tengah Rengkuhan Tantangan (foto mnc media)
Menilik Prospek Obligasi RI 2025 di Tengah Rengkuhan Tantangan (foto mnc media)

IDXChannel - Pasar surat utang atau obligasi Indonesia bersiap menghadapi dinamika yang relatif kompleks pada 2025. Dari kebijakan moneter hingga sentimen eksternal, berbagai faktor akan menentukan arah obligasi pemerintah dan korporasi pada tahun ini.

RHB Sekuritas Indonesia memperkirakan yield Surat Utang Negara (SUN) atau Indonesia Government Bond (INDOGB) tenor 10 tahun akan turun ke level 6,03 persen pada akhir 2025. 

Proyeksi ini seiring dengan potensi pemangkasan suku bunga Bank Indonesia (BI) atau BI Rate sebesar 100 basis poin sepanjang 2025. 

Adapun total pengembalian dalam mata uang lokal (local currency) sebesar 7,5 persen, didorong oleh yield-to-worst (YTW) saat ini sebesar 6,88 persen, dan potensi penurunan yield lebih lanjut, demikian menurut riset RHB bertajuk ‘2025 Outlook: Growth Drivers, Sector Insights’ pada 20 Desember 2024.

Di tahun ini, RHB memprediksi target pengembalian berada di kisaran 5-5,5 persen dengan asumsi suku bunga BI turun ke 5 persen dan nilai tukar Rupiah berada di level Rp15.387 per USD.

Sementara itu, defisit anggaran diperkirakan turun tipis dari 2,8 persen pada 2024 menjadi 2,7 persen dari PDB pada 2025. Namun, ketidakpastian eksternal tetap menjadi ancaman, khususnya kondisi di Amerika Serikat (AS).

RHB menilai, pemerintahan Donald Trump masih terus memicu arus keluar modal non-residen (asing) dan mengurangi kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve.

“Sehingga mempersempit ruang bagi aliran modal ke pasar berkembang," ujar analis RHB.

Obligasi Korporasi: Tantangan BI Rate dan Upaya Refinancing

PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memproyeksikan penerbitan surat utang korporasi di 2025 berkisar antara Rp139,29 triliun hingga Rp155,43 triliun, dengan titik tengah sebesar Rp143,91 triliun, mendekati realisasi 2024. 

Faktor utama pendorong penerbitan obligasi dan sukuk korporasi masih kebutuhan refinancing.

"Kami melihat perusahaan akan memanfaatkan peluang suku bunga rendah untuk menggantikan surat utang mahal dengan yang lebih murah," ujar Analis Riset Ekonomi Pefindo, Ahmad Nasrudin dalam Pefindo News Letter Edisi Desember 2024.

Selain refinancing, peningkatan kebutuhan modal kerja dan investasi juga diperkirakan menjadi pendorong utama penerbitan. Di sisi lain, pendanaan untuk investasi akan memegang porsi lebih besar dibandingkan tahun ini yang hanya 6,7 persen, sementara modal kerja tetap dominan.

Ahmad menilai, pasar surat utang korporasi menghadapi risiko crowding-out akibat penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang menawarkan imbal hasil kompetitif. 

"SRBI memberikan yield yang lebih tinggi dibandingkan surat utang korporasi berperingkat AAA, yang melemahkan permintaan obligasi korporasi," tuturnya.

Risiko Eksternal dan Domestik: Geopolitik dan Pasokan Surat Utang

Risiko eksternal juga tetap menjadi tantangan utama dalam penerbitan surat utang. Ketegangan geopolitik, perang di Ukraina, dan eskalasi konflik di Timur Tengah berpotensi mengguncang pasar global. 

Ahmad menyebut, kebijakan ekspansif pemerintahan Trump dapat meningkatkan defisit anggaran AS, memicu lonjakan suku bunga jangka panjang, dan membatasi arus modal ke pasar berkembang.

Di sisi domestik, tingginya pasokan surat utang pemerintah menjadi perhatian utama. Pemerintah berencana menerbitkan Rp616,19 triliun surat utang baru pada 2025, naik signifikan dibandingkan 2024. 

Selain itu, angka jatuh tempo surat utang pemerintah mencapai Rp721,08 triliun, jauh lebih tinggi dari Rp433,49 triliun pada tahun ini. Pasokan yang tinggi ini dapat membatasi penurunan yield obligasi pemerintah meskipun suku bunga BI dipangkas.

“Akibatnya, perusahaan mungkin harus menawarkan kupon lebih tinggi untuk menarik minat investor,” tutur Ahmad.

Meskipun tantangan besar membayangi, prospek pertumbuhan ekonomi yang solid dan kebijakan moneter yang akomodatif menjadi sumber optimisme. BI diproyeksikan mempertahankan inflasi di sekitar target, menciptakan ruang untuk pelonggaran moneter. 

"Suku bunga rendah dan pertumbuhan ekonomi yang meningkat akan memperbaiki prospek profitabilitas bisnis, memungkinkan perusahaan mengoptimalkan leverage dan menurunkan biaya dana," kata Ahmad.

(Fiki Ariyanti)

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement