Akhir tahun ini, IATA juga berniat untuk membuka satu tambang berstatus izin usaha pertambangan (IUP), yang diharapkan dapat memacu produksi batu bara.
"Conveyor ini akan mengurangi penggunaan truk yang beroperasi di pelabuhan. Kita tahu truk masih berbahan bakar minyak, yang tentu harga BBM juga fluktuatif," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, untuk mengeksekusi rencana ini, IATA menerbitkan Obligasi Berkelanjutan I dan Sukuk Wakalah Berkelanjutan I tahun 2023.
Melalui obligasi, perseroan membidik dana mencapai Rp1 triliun, dan Rp500 miliar untuk Sukuk Wakalah. Sehingga total dana yang ditarget mencapai Rp1,5 triliun.
Selain untuk pengembangan infrastruktur tambang, surat utang korporasi ini juga akan digunakan untuk modal kerja (working capital), refinancing, hingga investasi terhadap PT Bhakti Coal Resources (BCR). Sementara dana dari Sukuk Wakalah bakal dialokasikan sepenuhnya untuk investasi di BCR.
(RNA)