Kondisi ini tercermin dari pernyataan terbaru Ketua The Fed Jerome Powell yang mengisyaratkan para pengambil kebijakan akan menunggu lebih lama dari perkiraan sebelumnya untuk memangkas suku bunga
Jika tekanan inflasi terus berlanjut, The Fed dapat mempertahankan suku bunga tetap tinggi selama diperlukan.
“Data terbaru jelas tidak memberi kita kepercayaan diri yang lebih besar dan justru menunjukkan bahwa kemungkinan akan memakan waktu lebih lama dari perkiraan untuk mencapai kepercayaan tersebut,” kata Powell pada Selasa (16/4).
Lemahnya rupiah dan kondisi pasar keuangan global yang tak pasti ini memicu ekspektasi kenaikan bunga BI rate dalam pertemuan Dewan Gubernur Bank Indonesia pekan depan yang dijadwalkan berlangsung 23-24 April.
Kondisi ini sudah diperingatkan oleh ekonom PT Bank Central Asia Tbk David E. Sumual yang mengatakan, sebelum ada eskalasi atau ketegangan di Timur Tengah, pasar juga melihat ada perubahan yang cukup fundamental dari sisi kemungkinan kebijakan suku bunga The Fed kedepan.
"Sebelumnya kan pasar memperkirakan pertengahan tahun ini suku bunga Fed akan turun, tapi kelihatannya ini bergeser dari bulan Mei ke September tapi malah perkiraan saya kalau misalkan pun memanas geopolitik di Timur Tengah kemungkinan bisa bergeser lagi ke tahun depan," jelas David dalam Market Review IDX, Rabu (17/4/2024).
David menambahkan, kondisi ini diperparah lagi dengan kondisi terakhir.
Menurut David, pasar kini juga masih mencermati bagaimana reaksi Israel, serangannya seperti apa, apakah dilakukan serangan balik ke Iran dan skalanya seberapa besar.
Namun sejauh ini, menurut David dampak ke Indonesia yang dikhawatirkan adalah risiko disisi harga minyak dan sisi harga komoditas yang juga bisa mengekor naik.
David juga melihat adanya risiko fiskal dari perpaduan kemungkinan naiknya suku bunga dan perang Iran-Israel.
Menurut hitungan BCA, setiap ada pelemahan rupiah bersamaan dengan harga minyak sebesar USD10 akan menambah beban subsidi sekitaran lebih dari Rp100 triliun.
"Tapi yang jelas sekarang relatif stabil, tapi kita harus antisipasi tadi skenario terburuk tadi dan di sisi rupiah juga banyak antisipasi dan cadangan devisa kita juga sebenarnya posisi sekarang lebih kuat dari masa pandemi, tapi tetap harus antisipatif," katanya.
Menanti Sikap BI
Merespons pelemahan rupiah, BI menyatakan telah menyiapkan tiga langkah untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) BI Edi Susianto mengatakan, langkah pertama adalah menjaga keseimbangan di pasar spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
"Menjaga kestabilan Rupiah dengan terus berada di pasar untuk menjaga keseimbangan supply-demand valas di market, melalui triple intervention khususnya di spot dan DNDF," kata Edi saat dikonfirmasi MNC Portal Indonesia, Jakarta, Rabu (17/4/2024).
Kemudian, BI akan meningkatkan daya tarik aset rupiah untuk mendorong capital inflow, seperti melalui daya tarik Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan hedging cost.
Terakhir, lanjut Edi, BI juga akan berkoordinasi dan membangun komunikasi dengan stakeholder terkait, seperti pemerintah, Pertamina dan lainnya.
Dia menambahkan, selama periode libur Lebaran terdapat perkembangan di global, di mana rilis data fundamental AS semakin menunjukkan bahwa ekonomi AS masih cukup kuat seperti data inflasi dan retail sales yang di atas ekspektasi pasar. Selain itu, terdapat memanasnya konflik di Timur Tengah khususnya konflik Iran-Israel. (ADF)