Ketidakpastian perekonomian global akan terus membebani prospek aluminium. Namun, meningkatnya penggunaan kendaraan listrik dan infrastruktur energi ramah lingkungan akan meredam perlambatan di sektor logam ringan ini.
Harga aluminium LME turun sekitar 7 persen pada 2023 lagi-lagi karena ekonomi China yang melambat di tengah pertumbuhan ekonomi di Eropa dan Amerika masih lesu.
Meskipun aluminium China lebih kuat dari perkiraan – terutama karena meningkatnya minat dari sektor ramah lingkungan di negara tersebut – permintaan dari sektor-sektor yang lebih tradisional seperti bangunan dan konstruksi sebagian besar mengecewakan.
Angka penjualan, dan pembangunan dari tahun ke tahun semuanya berada di wilayah negatif. Hal ini akan terus membebani permintaan aluminium di masa depan, mengingat rendahnya tingkat permulaan saat ini dan jeda antara permulaan dan penggunaan aluminium.
Di Eropa dan AS, sektor bangunan dan konstruksi juga masih lemah, dengan indeks PMI manufaktur yang stagnan secara global. Terlebih, biaya pinjaman yang lebih tinggi akibat suku bunga tinggi, serta ketidakpastian kebijakan moneter akan terus menjadi penghambat permintaan logam tersebut.
Namun, kondisi ini dibarengi dengan peningkatan produksi aluminium global yang sedikit lebih cepat dibandingkan permintaan tahun 2023. Pasar aluminium diperkirakan akan mengalami surplus pada 2024 karena China terus mendorong pertumbuhan selama dua tahun ke depan.
Pasar aluminium global akan mengalami surplus kecil sekitar 100.000 ton, setelah surplus sekitar 800.000 ton pada 2023. China akan menyumbang lebih dari separuh peningkatan produksi global, sementara produksi Eropa sebagian besar tidak akan berubah.
Pengurangan produksi yang berkepanjangan di provinsi Yunnan karena terbatasnya pasokan listrik memberikan risiko positif terhadap prospek produksi ini.
Nikel
Nikel juga menjadi logam dengan kinerja terburuk di LME sepanjang 2023 dengan harga yang turun sekitar 45 persen.
“Kami yakin kinerja buruk ini akan terus berlanjut, setidaknya dalam waktu dekat, di tengah lemahnya gambaran makro dan surplus pasar yang berkelanjutan,”kata riset ING.
Salah satu pendorong utama buruknya kinerja nikel tahun ini adalah lonjakan pasokan dari Indonesia yang produsen nikel terbesar di dunia.
Negara ini mempunyai cadangan logam terbesar di dunia dan sebagian besar produksi Indonesia adalah bahan Kelas 2 dengan tingkat kemurnian lebih rendah, yang digunakan dalam produksi baja tahan karat.
Produksi tambang nikel Indonesia diperkirakan mencapai 1,6 juta ton pada 2022, naik 54 persen dari tahun 2021, menurut Survei Geologi AS. Jumlah tersebut mencakup hampir separuh produksi nikel global, yang totalnya diperkirakan mencapai 3,3 juta ton.
Peleburan nikel juga meluas di Indonesia sejak pemerintah memberlakukan larangan permanen ekspor bijih nikel pada bulan Januari 2020 sebagai upaya untuk menarik investor asing, mendorong pengolahan dalam negeri, dan lebih jauh lagi hilirisasi penggunaan bahan baku.
Larangan ini telah menarik investor asing, terutama China, untuk membangun smelter lokal dan membantu meningkatkan nilai ekspor Indonesia.
“Kami yakin peningkatan produksi di Indonesia akan terus menekan harga nikel di tahun depan,”imbuh riset ING
China selaku produsen nikel terbesar kedua di dunia dan merupakan produsen nikel Kelas 1 juga terus meningkat. Produksi nikel Kelas 1 China naik lebih dari 36 persen tahun-ke-tahun (yoy) dalam tiga kuartal 2023.
Dari sisi permintaan, sektor yang lebih tradisional seperti konstruksi mengalami perlambatan permintaan.
Pemulihan China yang lesu setelah lockdown akibat pandemi Covid-19 telah merugikan sektor konstruksi negara tersebut dan membebani permintaan nikel tahun ini.
Bahkan, investasi pengembangan properti turun 9,3 persen pada 10 bulan pertama tahun 2023, sedangkan penjualan properti residensial turun 3,7 persen pada Januari-Oktober dibandingkan periode yang sama tahun 2022.
Namun, pada 2024, konsumsi nikel global diperkirakan akan meningkat menjadi 3,47 juta ton dari 3,2 juta ton pada 2023. Ini karena pemulihan sektor baja tahan karat dan peningkatan penggunaan nikel dalam baterai kendaraan listrik. Baterai kini menyumbang hampir 17 persen dari total permintaan nikel, setelah baja tahan karat.
Emas naik ke rekor tertinggi pada 2023 di tengah konflik geopolitik dan ketidakpastian ekonomi. Permintaan safe-haven dan prospek suku bunga AS akan menjaga emas tetap berpotensi perkasa pada 2024 dan harga akan tetap di atas level USD2.000 per troy ons (oz) pada 2024.
Emas melonjak di tengah penurunan imbal hasil obligasi pemerintah AS dan ketegangan di Timur Tengah. Harga emas juga terdorong pada kuartal terakhir tahun ini karena permintaan terhadap aset-aset safe-haven meningkat dan di tengah spekulasi bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga.
Setelah pecahnya konflik Israel-Hamas pada tanggal 7 Oktober, harga emas mendekati rekor sebelumnya yaitu sekitar USD2,075/oz yang dicapai pada 2020.
Meskipun kekhawatiran atas konflik Timur Tengah yang lebih luas kini telah mereda, emas tetap bertahan dengan baik, mendapatkan dukungan dari pasar.
Kebijakan The Fed disebut akan tetap menjadi kunci prospek harga emas dalam beberapa bulan mendatang.
Penguatan dolar AS dan pengetatan bank sentral telah membebani pasar emas hampir sepanjang tahun 2023. Suku bunga yang lebih tinggi biasanya berdampak negatif bagi emas, karena tidak menawarkan bunga apa pun.
Data terbaru AS menunjukkan inflasi dan pasar tenaga kerja melemah, dengan pasar kini memperkirakan peluang 50 persen penurunan suku bunga di bulan Maret dan sepenuhnya memperkirakan penurunan suku bunga di bulan Mei.
Ekonom AS kami memperkirakan titik awal penurunan suku bunga The Fed akan terjadi pada bulan Mei dan memperkirakan total penurunan suku bunga sebesar 150bp pada 2024, dan selanjutnya sebesar 100bp pada awal tahun 2025 di mana kondisi ini bisa mendukung kenaikan harga emas. (ADF)