IDXChannel - Perang Hamas Palestina-Israel yang semakin memanas menyebabkan harga gas alam terus menguat.
Gas alam berjangka di bursa NYMEX Amerika Serikat (AS) diperdagangkan sekitar USD3,4/MMBtu, naik 2,13 persen dan mendekati level tertinggi sejak Januari.
Kenaikan harga gas juga didorong oleh berkurangnya produksi gas dalam negeri AS dan peningkatan ekspor. Produksi gas pada bulan Oktober turun menjadi 102,1 bcfd dari sebelumnya 102,9 bcfd pada September dan rekor tertinggi 103,1 bcfd pada Agustus. (Lihat grafik di bawah ini.)
Selain itu, ekspor gas alam AS ke Meksiko meningkat, dengan ekspektasi pertumbuhan lebih lanjut ketika pabrik New Fortress Energy mulai mengekspor gas alam cair (LNG).
Total volume gas alam yang dipasok ke tujuh pabrik ekspor LNG utama AS naik tipis menjadi 12,8 bcfd pada Oktober, namun masih jauh dari rekor level 14 bcfd yang tercatat pada April.
Fasilitas ekspor gas alam AS di Cove Point yang menghentikan operasinya sekitar 20 September, diperkirakan akan segera melanjutkan produksinya.
Kontrak berjangka NYMEX banyak digunakan sebagai harga patokan gas alam. Kontrak berjangka tersebut diperdagangkan dalam satuan 10.000 juta British thermal unit (MMBtu).
Harga tersebut didasarkan pada pengiriman di Henry Hub di Louisiana, yang merupakan penghubung dari 16 sistem pipa gas alam intra dan antar negara bagian yang mengambil pasokan dari cadangan gas produktif di wilayah tersebut.
Harga gas juga meningkat karena kenaikan harga minyak mentah, pasca serangan Israel baru-baru ini yang berpotensi meningkatkan ketegangan di kawasan Timur Tengah.
Tak hanya itu, harga gas alam juga bergerak lebih tinggi di tengah kekhawatiran pasokan global setelah Chevron menutup ladang produksi di Israel karena masalah keamanan.
Chevron dilaporkan telah mengalihkan aliran pipa gas alam di lepas pantai Israel yang mengalirkan gas ke Mesir setelah pemerintah Israel memerintahkan perusahaan tersebut untuk menutup platformnya di ladang Tamar.
Aliran gas alam Chevron akan melalui Yordania sebelum mencapai Mesir, di mana terdapat pipa sepanjang 90 km menjadi penghubung utama antara ladang gas Leviathan dan Mesir.
Sebelumnya, buntut pecahnya perang antara Hamas-Israel, raksasa migas asal AS, Chevron, yang juga merupakan operator ladang gas Tamar di lepas pantai selatan Israel, telah menghentikan produksi di ladang tersebut sesuai instruksi dari Kementerian Energi Israel.
“Chevron Mediterranean Limited diinstruksikan oleh Kementerian Energi Israel untuk menghentikan produksi di Platform Produksi Tamar,” kata unit lokal supermajor AS dalam sebuah pernyataan, dikutip Reuters (9/10).
Chevron Mediterranean Limited mengoperasikan ladang gas Tamar dan memiliki 25 persen saham di lapangan tersebut. Bersama dengan perusahaam migas lainnya seperti Isramco (28,75 persen), Tamar Petroleum (16,75 persen), Mubadala Energy (11 persen), Tamar Investment 2 (11 persen), Dor Gas (4 persen), dan Everest (3,5 persen).
Di Tamar, enam sumur produksi masing-masing menghasilkan volume gas alam berkisar antara 7,1 hingga 8,5 juta meter kubik per hari (MMSCFD).
Sebagian besar pemrosesan gas alam dilakukan di platform Tamar yang terletak 24 km (15 mil) sebelah barat Ashkelon. Tamar juga memasok 70 persen kebutuhan konsumsi energi Israel untuk pembangkit listrik.
Meskipun Tamar diperintahkan ditutup setelah serangan Hamas terhadap Israel, ladang minyak raksasa Leviathan tetap beroperasi secara normal.
Akibat penurunan aliran bahan bakar, Mesir mengatakan pihaknya sedang mengkaji ulang rencana ekspor LNG ke Eropa.
Sebagai informasi, gas alam menyumbang hampir seperempat konsumsi energi AS. Negeri Paman Sam juga merupakan produsen gas alam terbesar disusul Rusia. Tak hanya AS, gas alam juga menjadi energi utama yang menghidupi daratan Eropa. (ADF)