IDXChannel - PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) terus berupaya memperluas cakupan bisnisnya di ceruk pasar energi terbarukan.
Tak hanya melalui lini bisnis utama hingga anak usaha, komitmen perluasan ini juga dijalankan hingga ke level cucu usaha. Seperti halnya yang dilakukan salah satu cucu usaha Perseroan, yaitu PT Krakatau Chandra Energi (KCE).
Saat ini, struktur kepemilikan saham KCE dikuasai oleh TPIA melalui perantara anak usahanya, yaitu PT Chandra Daya Investasi (CDI), dengan porsi kepemilikan sebesar 70 persen. Sedangkan sisa porsi yang ada merupakan milik PT Krakatau Steel Tbk (KRAS).
Hingga akhir 2024 mendatang, KCE tercatat telah melakukan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap dengan kapasitas sekitar 2,2 megawatt peak (MWp).
Sedangkan total kapasitas terpasang yang dimiliki hingga awal 2025 mendatang diperkirakan mencapai 6 megawatt peak (MWp).
"(Kapasitas terpasang) Itu yang ke depan ingin terus kami tingkatkan. Di tahun depan (2025), hingga akhir tahun, targetnya bisa mencapai 16 MWp OEM & Services Departemen Head KCE, Ermawanto, dalam keterangan resminya, Selasa (19/11/2024).
Besarnya target penambahan kapasitas tersebut, menurut Ermawanto, tak lepas dari permintaan pasar yang diklaim juga terus bertumbuh secara signifikan. Sehingga, dengan terus ditambahnya kapasitas terpasang, diharapkan Perseroan dapat terus mempertahankan penguasaan pasar tanpa adanya kendala kekurangan pasokan.
"Untuk permintaan yang masih di sekitar kawasan kami saja, di Cilegon, itu kurang-lebih sudah ada sekitar 30 calon customer yang sudah antre untuk dapat kami pasangkan," ujar Ermawanto.
Meski demikian, Ermawanto mengaku enggan untuk menyebut secara pasti terkait kebutuhan belanja modal (capital expenditure/capex) guna merealisasikan target penambahan kapasitas tersebut.
Hal tersebut lantaran seluruh pembahasan terkait pengalokasian anggaran Capex masih dalam pembahasan di internal Perseroan. Yang pasti, Ermawanto hanya menekankan bahwa bisnis energi berkelanjutan memiliki tipikal investasi yang cukup mahal (high invest), dengan proyeksi pengembalian keuntungan yang juga membutuhkan waktu relatif lama.
"Cukup mahal itu, masih dibahas di internal. Dan jangka panjang pengembalian investasinya juga lumayan, mungkin kurang lebih bisa sampai 10 tahunan," ujar Ermawanto.
(taufan sukma)