Namun, beban usaha yang turun lebih lambat membuat PZZA membukukan kerugian operasional Rp82 miliar, memburuk dibandingkan periode yang sama tahun 2023 yang hanya Rp4 miliar. Dengan beban keuangan yang tak jauh berbeda di atas Rp40 miliar, perseroan membukukan rugi bersih hampir Rp100 miliar.
Kerugian tersebut juga membuat saldo laba PZZA semakin menipis. Jika pada akhir 2023, posisi saldo laba yang belum ditentukan penggunaannya masih Rp158 miliar, saat ini tinggal Rp61 miliar.
Meski mencatat rugi bersih, perseroan masih mencatat arus kas positif dari aktivitas operasional. Hingga 30 September 2024, kas neto yang diperoleh dari aktivitas operasi mencapai Rp321 miliar, sedikit turun dibandingkan posisi pada akhir 2023 sebesar Rp374 miliar.
Dari neraca, posisi kas dan setara kas turun lebih dari 50 persen dalam enam bulan terakhir menjadi Rp24 miliar. Posisi persediaan juga turun dari Rp265 miliar menjadi Rp210 miliar. Sementara posisi liabilitas perseroan turun dari Rp1,27 triliun menjadi Rp1,18 triliun.
PZZA memperoleh hak dari Pizza Hut Pacific Holdings (Yum!) untuk mengoperasikan gerai Pizza Hut di Indonesia. Sebagai imbalannya, perseroan harus membayar kepada Yum! beban waralaba (franchise fee). Hingga akhir kuartal III-2024, beban waralaba yang ditangguhkan mencapai Rp263 miliar.
(Rahmat Fiansyah)