IDXChannel – Harga minyak turun pada Jumat (19/9/2025) lalu di tengah kekhawatiran pasokan yang melimpah dan melemahnya permintaan.
Kondisi ini menutupi ekspektasi bahwa pemangkasan suku bunga pertama tahun ini oleh Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) akan mendorong konsumsi.
Kontrak berjangka Brent ditutup di USD66,68 per barel, turun 76 sen atau 1,1 persen. Sementara itu, kontrak berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS berakhir di USD62,68 per barel, turun 89 sen atau 1,4 persen.
Kedua acuan harga tersebut masih mencatat kenaikan untuk pekan kedua berturut-turut, yakni 0,19 persen.
Proyeksi Pekan Ini
Meski menguat tipis, harga tetap berada di bawah level penting—termasuk rata-rata pergerakan 52 pekan (MA 52-week) di USD63,09 dan pivot jangka panjang di USD64,21—menandakan tekanan turun masih berlanjut.
Analis FXEmpire James Hyerczyk menilai sentimen pasar masih dibayangi kekhawatiran kelebihan pasokan.
Upaya OPEC+ memangkas produksi belum cukup mengetatkan pasar, sementara ekspor minyak Rusia tetap kuat meski diterpa sanksi. Pasokan yang terus mengalir dari produsen terimbas sanksi ini membuat pasar global kian banjir, ditambah produksi minyak AS yang tetap tinggi.
Bahkan rangkaian peristiwa geopolitik, seperti serangan drone Ukraina ke infrastruktur energi Rusia, tak lagi mampu mendorong premi risiko. Gangguan pasokan akibat serangan itu terbukti terbatas dan bersifat sementara, sehingga tak banyak menopang harga.
Di sisi permintaan, pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 25 basis poin yang sudah diperkirakan pelaku pasar belum mampu mengangkat ekspektasi konsumsi energi.
Data ekonomi AS yang lemah, mulai dari aktivitas pembangunan rumah yang menurun hingga pasar tenaga kerja yang lesu, memperkuat keraguan atas prospek permintaan minyak ke depan.
“Pemangkasan simbolis tidak akan mendorong permintaan minyak kecuali mampu memacu momentum ekonomi nyata,” ujar seorang analis, sebagaimana dikutip Hyerczyk.
Laporan terbaru EIA juga menunjukkan penambahan stok distilat AS sebesar 4 juta barel, mengindikasikan permintaan solar yang melemah. Data ini memperkuat sinyal bahwa pasar domestik semakin berhati-hati dalam konsumsi produk olahan minyak.
Menurut Hyerczyk, selama harga belum mampu menembus kembali pivot USD64,21 atau rata-rata 52 pekan di USD63,09, prospek jangka pendek minyak mentah tetap bearish.
Level support penting berada di USD60,77, diikuti level Fibonacci di USD59,91. Kecuali OPEC+ mengubah strateginya atau indikator permintaan membaik, harga minyak diperkirakan akan terus berada di bawah tekanan dengan reli yang terbatas di kisaran USD65,68. (Aldo Fernando)