sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Raksasa Migas Shell Ancam Hengkang dari Bursa London, Ada Apa?

Market news editor Maulina Ulfa
22/04/2024 14:41 WIB
Raksasa minyak dan gas (migas) multinasional Inggris, Shell Plc, dikabarkan tengah mempertimbangkan akan hengkang alias delisting dari London Stock Exchange.
Raksasa Migas Shell Ancam Hengkang dari Bursa London, Ada Apa? (Foto: Freepik)
Raksasa Migas Shell Ancam Hengkang dari Bursa London, Ada Apa? (Foto: Freepik)

Sementara itu, Shell dan sejumlah perusahaan energi di Eropa terus berinvestasi besar-besaran pada energi terbarukan dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan minyak besar berbasis Amerika.

Terlepas dari upaya Sawan untuk mengurangi investasi ramah lingkungan, Shell masih menginvestasikan sekitar 20 persen belanja modal tunainya pada aset rendah karbon.

Angka ini lebih besar dibandingkan dengan hanya 2 persen yang dikeluarkan Exxon untuk solusi rendah karbon yang fokus utamanya menangkap dan menyimpan emisi karbon.

Di samping itu, perusahaan-perusahaan energi Eropa, termasuk Shell, secara tradisional melakukan perdagangan saham dengan harga diskon dibandingkan perusahaan-perusahaan Amerika.

Namun kesenjangan tersebut semakin melebar dalam beberapa tahun terakhir. Misalnya, pada 2018, nilai valuasi Shell termasuk utang yang ditanggung sekitar 6x EBITDA (Pendapatan sebelum Bunga, Pajak, Depresiasi, dan Amortisasi), sedangkan Exxon bernilai 7x EBITDA.

Namun, perusahaan-perusahaan raksasa energi di Eropa mengalami penurunan valuasi lebih cepat dibandingkan perusahaan-perusahaan Amerika. Bahkan Shell kini bernilai 4x EBITDA dibandingkan dengan 6x EBITDA Exxon.

Strategi bisnis yang berbeda juga dapat menjelaskan melebarnya kesenjangan penilaian valuasi ini.

Pada 2021, mantan CEO Shell, Van Beurden, menyatakan bahwa harga minyak akan tetap rendah selamanya, dan menargetkan penurunan produksi minyak sekitar 1 persen hingga 2 persen setiap tahun hingga 2030.

Sementara total produksi minyak dan gas pada 2030 diperkirakan akan sama dengan tingkat pada 2022.

Sebaliknya, produksi minyak Exxon malah diperkirakan akan tumbuh sebesar 7 persen berkat investasi di Guyana serta pengambilalihan Pioneer Natural Resources senilai USD60 miliar baru-baru ini.

Harga minyak kini juga telah mengalami kenaikan, dengan minyak mentah WTI telah mengalami kenaikan 12,94 persen YTD per 18 April 2024 dan minyak Brent telah naik 10,83 persen YTD.

Pada 15 April 2024, harga minyak mentah Brent sempat berada pada USD90,34 per barel dan USD85,41 per barel untuk minyak WTI dan menjadi level tertinggi sepanjang 2024 imbas ketegangan yang terjadi di Timur Tengah. (ADF)

Halaman : 1 2 Lihat Semua
Advertisement
Advertisement