IDXChannel – Pemerintah memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh moderat di 2021. Dalam RAPBN 2021, Jokowi menetapkan asumsi kondisi makroekonomi moderat, dengan pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 4,5 – 5,5%, inflasi pada kisaran 3,0% sesuai dengan target inflasi BI di 2021 (3,0 ± 1%), nilai tukar pada kisaran Rp14.600/USD, harga minyak di kisaran USD45/barel, dan imbal hasil SBN tenor 10 tahun sebesar 7,29%.
Dikutip dari Daily Economic and Market Review Bank Mandiri, Selasa (18/8/2020), asumsi pertumbuhan ekonomi dan inflasi tersebut sejalan dengan proyeksi dari tim riset ekonomi Bank Mandiri yang masing-masing sebesar 4,43% dan 2,92%.
Sementara itu, pemerintah memprakirakan ekonomi akan tumbuh di kisaran -1,1 – 0,2% di 2020, juga sejalan dengan proyeksi tim riset ekonomi Bank Mandiri yang sebesar -1,00%. Asumsi perbaikan pertumbuhan ekonomi di 2021 didasarkan kepada telah ditemukannya vaksin Covid-19, adanya reformasi struktural, dan dukungan fiskal yang dapat mengakselerasi pemulihan ekonomi lebih cepat.
Kemudian, Stimulus Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) menurun menjadi Rp366,5 triliun di 2021. Belanja negara pada RAPBN 2021 ditetapkan sebesar Rp2.747,6 triliun (tumbuh 0,3% dari APBN Perpres 72/2020). Belanja negara terdiri atas belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.951,3 triliun (menurun -1,2% dari APBN Perpres 72/2020), dan transfer ke daerah dan dana desa sebesar RP796,3 triliun (tumbuh 4,2% dari APBN Perpres 72/2020).
Belanja negara tersebut mencakup stimulus PEN yang di 2021 turun dari Rp695,2 triliun di 2020 menjadi Rp356,5 triliun, dan berfokus pada menjaga momentum pemulihan ekonomi Indonesia. Anggaran belanja kesehatan turun dari Rp87,55 triliun di 2020 menjadi Rp25,40 triliun diutamakan pada pengadaan vaksin COVID-19, Belanja Perlindungan Sosial turun dari Rp203,9 triliun menjadi Rp110,2 triliun, dukungan sektoral K/L naik dari Rp106,11 triliun menjadi Rp136,7 triliun diutamakan pada pemulihan sektor terdampak COVID-19, dukungan UMKM turun dari Rp123,46 triliun menjadi Rp48,8 triliun, Pembiayaan Korporasi turun dari Rp53,57 triliun menjadi Rp14,9 triliun, dan insentif usaha turun dari RP120,61 triliun menjadi Rp20,4 triliun.
Sedangkan, defisit pada RAPBN 2021 ditetapkan sebesar -5,5% terhadap PDB dan berfokus pada percepatan pemulihan ekonomi. Di sisi pendapatan negara, pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp1.481,9 triliun (tumbuh 5,5% dari APBN Perpres 72/2020) dan PNBP ditargetkan sebesar Rp293,5 triliun (turun -0,2% dari APBN Perpres 72/2020).
Strategi penerimaan akan dilakukan melalui optimalisasi dan reformasi perpajakan. Dengan demikian defisit ditargetkan mencapai -5,5% terhadap PDB atau sebesar Rp971,2 triliun. Defisit tersebut lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi defisit tahun ini yang sebesar -6,34% terhadap PDB atau sebesar Rp1.039,2 triliun.
Dalam rencana pembiayaan defisit, pemerintah masih akan tetap bersikap fleksibel dengan melihat perkembangan pasar dan ekonomi, dan tetap mengutamakan prinsip kehati-hatian. Pembiayaan akan banyak dilakukan melalui pembiayaan utang sebesar Rp1.142,5 triliun, terutama melalui SBN (neto).
Pemerintah masih akan tetap memastikan kelanjutan reformasi birokrasi dan pengelolaan fiskal. Hal ini dilakukan melalui ekstensifikasi dan pengawasan berbasis individu dan kewilayahan, pemajakan atas perdagangan melalui sistem elektronik, pemeriksaan, penagihan, dan penegakan hukum yang berbasis risiko dan berkeadilan. Pemerintah juga akan meneruskan reformasi perpajakan yang meliputi bidang organisasi, SDM, IT dan basis data, proses bisnis, serta peraturan pajak. (*)