Lebih lanjut, surplus perdagangan pada Januari dan Februari 2024 yang hanya mencapai USD2,87 miliar secara kumulatif, lebih rendah dari periode yang sama pada 2023, berpotensi menurunkan neraca transaksi berjalan di kuartal pertama 2024.
Surplus perdagangan diperkirakan masih akan berlanjut, tetapi cenderung menyempit pada 2024. Penurunan permintaan baik di dalam maupun di luar negeri berpotensi semakin menekan kinerja perdagangan.
"Oleh karena itu, menjaga konsumsi di dalam negeri perlu terus diupayakan agar perusahaan masih bisa berproduksi. Di sisi lain, transaksi berjalan juga dipengaruhi oleh pendapatan primer, bukan hanya karena aktivitas perdagangan, yang dipengaruhi oleh aktivitas arus investasi portofolio, investasi langsung dan lainnya," jelas Ibrahim.
Sementara itu, baik neraca jasa maupun neraca pendapatan primer selama 15 tahun selalu mencatatkan defisit dan menekan kinerja transaksi berjalan. Oleh karena itu, jika neraca perdagangan barang tidak mengalami surplus yang tinggi, maka akan sulit bagi transaksi berjalan Indonesia untuk mencatatkan surplus.
Untuk perdagangan besok, rupiah diproyeksi melemah di rentang Rp15.680 - Rp15.760 per USD.
(NIA)