IDXChannel - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah pada akhir perdagangan Senin (6/10/2025) ke level Rp16.583. Indeks tersebut turun 20 poin atau sekitar 0,12 persen.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, pelemahan rupiah salah satunya berasal dari sentimen eksternal yaitu politisi konservatif Sanae Takaichi terpilih sebagai pemimpin Partai Demokrat Liberal yang berkuasa di Jepang, yang akan menjadikannya perdana menteri berikutnya.
"Takaichi dipandang sebagai sosok yang dovish dalam hal fiskal, dan diperkirakan akan menentang pengetatan moneter lebih lanjut oleh Bank of Japan," tulis Ibrahim dalam risetnya.
Sedangkan di Amerika, pasar semakin yakin Federal Reserve (The Fed) akan kembali memangkas suku bunga pada Oktober. Para pedagang terlihat memperkirakan peluang lebih dari 99 persen untuk pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin di akhir Oktober, menurut CME Fedwatch.
Para Senator AS gagal meloloskan proposal pengeluaran untuk membuka kembali pemerintah federal untuk keempat kalinya, memperpanjang penutupan yang sedang berlangsung hingga minggu depan. Ketidakpastian seputar penutupan pemerintah AS dan penundaan rilis data penting.
Ketegangan geopolitik juga tetap menjadi fokus. Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Minggu bahwa "diskusi yang sangat positif" telah berlangsung dengan Hamas, dan menambahkan tim teknis akan bertemu di Mesir pada Senin untuk mendorong perundingan damai Gaza.
Delegasi dari Israel dan Hamas diperkirakan tiba di Sharm el-Sheikh untuk negosiasi tidak langsung yang berfokus pada penyanderaan, penarikan pasukan, dan tata kelola pemerintahan di masa mendatang.
Sementara itu, Ukraina terus mengintensifkan serangannya terhadap fasilitas energi Rusia, menargetkan kilang Kirishi, salah satu kilang terbesar Rusia, dengan kapasitas pemrosesan tahunan melebihi 20 juta ton. Setelah, para menteri keuangan negara-negara G7 mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan tekanan terhadap Rusia.
Dari sentimen domestik, belanja kementerian/lembaga (K/L) pada tahun anggaran 2025 (belanja APBN 2025) cenderung terlambat karena banyaknya penyesuaian. Kondisi ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Penyerapan belanja K/L selama ini tetap berjalan secara reguler, meski kecepatan penyaluran tiap K/L berbeda sehingga terlihat berjarak (gap).
Serapan belanja K/L di 2025 berbeda dari tahun anggaran sebelumnya sehingga menimbulkan beberapa anomali. Sebagai contoh, Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sudah diumumkan sejak November 2024 dan aturan pelaksanaannya terbit pada Januari 2025.
Namun, pada Februari 2025 pemerintah menerbitkan kebijakan efisiensi anggaran. Hal ini membuat K/L perlu menyesuaikan kembali anggaran masing-masing instansi. Tak hanya soal efisiensi. Penambahan jumlah K/L serta tantangan geopolitik dan perekonomian global juga memengaruhi realisasi belanja K/L di 2025.
Walau demikian, pemerintah masih optimistis, masing-masing K/L dapat mampu menyerap anggaran dengan maksimal di akhir tahun. Alasannya, tren realisasi belanja K/L sebagian saat ini sudah menunjukkan progres positif. Kemenkeu mencatat, terdapat 12 K/L besar yang sudah melaporkan progres realisasi belanja mencapai 80 persen. Namun Astera tak merinci K/L mana saja yang sudah merealisasikan belanja 80 persen tersebut.
Berdasarkan analisis tersebut, Ibrahim memprediksi bahwa mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif pada perdagangan selanjutnya dan berpotensi ditutup melemah dalam rentang Rp16.530-Rp16.580 per dolar AS.
(Febrina Ratna Iskana)