IDXChannel - Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan hari ini ditutup menguat 66 poin atau 0,42 persen ke level Rp15.704. Sebelumnya, mata uang garuda ditutup melemah di level Rp15.724 per dolar AS.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, penguatan rupiah salah satunya berasal dari sentimen eksternal yaitu sebagian besar pasar gelisah menjelang pemilihan Presiden AS pada November, yaitu Donald Trump dan Kamala Harris yang bersaing ketat.
"Jajak pendapat dan prediksi pasar terkini menunjukkan Trump memperoleh sedikit keunggulan, meskipun analis masih melihat persaingan terlalu ketat untuk diprediksi," tulis Ibrahim dalam risetnya, Rabu (30/10/2024).
Trump dan Harris telah mengusulkan rencana yang sangat berbeda untuk ekonomi AS, yang memicu ketidakpastian lebih lanjut atas kebijakan di tahun-tahun mendatang.
Di sisi lain, ketidakpastian politik di Jepang kembali meningkat, setelah Partai Demokrat Liberal yang berkuasa kehilangan mayoritas parlementernya dalam pemilihan baru-baru yang menghadirkan prospek politik lokal yang tidak pasti.
Namun skenario ini memicu taruhan pada lebih banyak pengeluaran fiskal oleh pemerintah Jepang. Sementara meningkatnya ketidakpastian juga diharapkan akan mencegah BOJ menaikkan suku bunga lebih lanjut.
Di luar pemilihan umum, ketegangan di Timur Tengah juga masih memanas mengingat Iran masih bersumpah untuk membalas serangan Israel baru-baru ini. Israel terus melakukan pemboman dan serangan terhadap Hamas dan Hizbullah, yang menghadirkan ruang lingkup terbatas untuk de-eskalasi dalam konflik tersebut.
Pasar juga waspada sebelum serangkaian isyarat tentang ekonomi AS dan suku bunga dalam beberapa hari mendatang. Data produk domestik bruto kuartal ketiga akan dirilis pada hari Kamis, sementara data indeks harga PCE, pengukur inflasi pilihan Federal Reserve (The Fed) dan data penggajian nonpertanian akan dirilis pada Jumat mendatang.
Data tersebut muncul beberapa hari sebelum pertemuan The Fed, di mana bank sentral secara luas diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin.
Dari sentimen internal, ekonom memprediksikan utang pemerintah di era Prabowo Subianto berpotensi semakin bertambah besar menjadi Rp12.893,96 triliun dalam lima tahun mendatang. Berdasarkan dokumen World Economic Outlook (WEO) yang dirilis oleh International Monetary Fund (IMF) edisi Oktober 2024.
Ekonom menilai proyeksi dari lembaga internasional tersebut memang melihat adanya penurunan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2029 menjadi 39,57 persen. Posisi utang pemerintah diproyeksikan meningkat secara nominal walaupun rasionya stabil selayaknya posisi saat ini yang per Agustus 2024 sebesar 38,49 persen.
Meningkatnya utang tersebut tidak lain berasal dari peningkatan belanja, sementara pendapatan stagnan. Alhasil, defisit akan terus meningkat secara nominal. Tercatat dari proyeksi IMF bahwa pendapatan negara diproyeksikan meningkat secara nominal namun stagnan.
Sedangkan, persentasenya atas PDB pada periode 2025-2029 di kisaran 14,5 persen. Belanja negara juga diproyeksikan meningkat secara nominal dan stagnan rasionya di kisaran 17 persen.
Utang pemerintah tidak mungkin berkurang karena utang saat ini pun pemerintah bayar dengan penarikan utang baru. Dari sisi yang lain, proyeksi dari IMF tersebut sekaligus persuasi kepada pemerintah untuk lebih melakukan disiplin belanja.
Sebab, proyeksi tersebut diyakini belum mempertimbangkan penambahan belanja yang signifikan oleh Prabowo.
Sebelumnya, posisi utang pemerintah mencapai Rp8.461,93 triliun per 31 Agustus 2024 atau setara 38,49 persen terhadap PDB. Jumlah tersebut turun sekitar Rp40,76 triliun dibandingkan posisi utang pemerintah pada bulan sebelumnya atau Juli 2024 sebesar Rp8.502,69 triliun.
Komposisi utang pemerintah terdiri atas Rp7.452,65 triliun dari surat berharga negara (SBN) dan pinjaman Rp1.009,37 triliun.
Berdasarkan data di atas, mata uang rupiah untuk perdagangan berikutnya diprediksi bergerak fluktuatif, namun kembali ditutup menguat di rentang Rp15.650-Rp15.720 per dolar AS.
(Febrina Ratna)