Faktor lainnya, kata Ibrahim, penyempitan likuiditas karena bank dalam posisi mengejar pertumbuhan kredit yang tinggi pasca-pandemi melandai namun terhalang oleh kenaikan tingkat suku bunga.
"Perebutan dana antara pemerintah dan bank dalam menjaga tingkat pembiayaan defisit anggaran akan membuat dana deposan domestik berpindah ke SBN. Crowding out sangat membahayakan kondisi likuiditas di sektor keuangan," terangnya,
Kemudian, masalah imported inflation naik akibat membengkaknya biaya impor bahan baku dan barang konsumsi. "Situasi ini dipicu pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS," pungkasnya.
Lebih lanjut Ibrahim memprediksi, untuk perdagangan Selasa (21/6) mata uang rupiah dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 14.820 - Rp 14.870. (FRI)