IDXChannel - Nilai tukar rupiah menguat tipis terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (18/4/2024)
Sebelumnya, rupiah tertekan imbas sejumlah ketidakpastian global menyangkut waktu penurunan suku bunga.
Sementara indeks dolar turun menjadi sekitar 106,2 pada perdagangan Rabu (17/4) tetapi tetap mendekati level tertinggi dalam lima bulan karena pernyataan Ketua The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell mengindikasikan bahwa pembuat kebijakan tidak terburu-buru untuk menurunkan suku bunga.
Per pukul 9.15 WIB, rupiah menguat tipis 0,28 persen di level Rp16.174 per USD, setelah pada perdagangan Rabu (17/2) ditutup di level Rp16.215 per USD.
Sebelumnya, rupiah ditutup Rp15.839 per USD pada perdagangan menjelang libur Hari Raya Idul Fitri 2024, Jumat (5/4).
Berdasarkan data Trading View, dalam sebulan rupiah sudah melemah 3,18 persen dan secara mingguan sudah melemah 2,8 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)

Merespons pelemahan rupiah, Bank Indonesia (BI) mengaku telah menyiapkan tiga langkah untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) BI Edi Susianto mengatakan, langkah pertama adalah menjaga keseimbangan di pasar spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
"Menjaga kestabilan Rupiah dengan terus berada di pasar untuk menjaga keseimbangan supply-demand valas di market, melalui triple intervention khususnya di spot dan DNDF," kata Edi saat dikonfirmasi MNC Portal Indonesia, Jakarta, Rabu (17/4/2024).
Kemudian, kata dia, BI akan meningkatkan daya tarik aset rupiah untuk mendorong capital inflow, seperti melalui daya tarik Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan hedging cost.
Terakhir, lanjut Edi, BI juga akan berkoordinasi dan membangun komunikasi dengan stakeholder terkait, seperti pemerintah, Pertamina dan lainnya.
Dia menambahkan, berdasarkan catatan BI, selama periode libur Lebaran terdapat perkembangan di global, di mana rilis data fundamental AS semakin menunjukkan bahwa ekonomi AS masih cukup kuat seperti data inflasi dan retail sales yang di atas ekspektasi pasar. Selain itu, terdapat memanasnya konflik di Timur Tengah khususnya konflik Iran-Israel.
"Perkembangan tersebut menyebabkan makin kuatnya sentimen risk off, sehingga mata uang emerging market khususnya Asia mengalami pelemahan terhadap USD," ujar Edi.
"Selama libur Lebaran, Pasar NDF IDR di offshore juga sudah tembus di atas Rp16.000, atau sudah di sekitar Rp16.100, dan terus melemah dalam dua hari terakhir, sehingga Rupiah juga dalam dua hari terakhir diperdagangkan di kisaran Rp16.150-Rp16.250," pungkas Edi.
Dampak Pelemahan Rupiah
Menurut amatan Algo Research, Jumat (12/4), pelemahan rupiah seiring dengan negara ASEAN dan berkembang (emerging market) lainnya di tengah investor kembali mengoleksi USD.
Nilai tukar rupiah yang tertekan akan merugikan perusahaan yang mengandalkan bahan baku impor maupun yang memiliki utang dolar AS. Ini karena beban yang dikeluarkan bisa melonjak. Namun, sejumlah sektor juga bisa diuntungkan dari pelemahan rupiah terhadap USD. Berikut sejumlah sektor yang bisa terdampak penguatan dolar AS.
Sektor Komoditas Kertas
Emiten di sektor kertas yakni PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) dan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) bisa memeroleh untung dari penguatan dolar AS.
Ini karena perusahaan produsen kertas milik grup Sinarmas ini diketahui memang memiliki pendapatan ekspor yang dominan. Pada pertengahan tahun 2023 persentase ekspor terhadap total penjualan mencapai lebih dari 50 persen.
Ketika rupiah melemah dengan kondisi penjualan ekspor yang dominan, ini bisa menjadi keuntungan karena pendapatan akan meningkat imbas keuntungan dari selisih kurs mata uang.
Sejak awal tahun hingga akhir perdagangan Rabu (17/4/2024) saham INKP dan TKIM masing-masing telah melesat 14,11 persen dan 5,14 persen.
Sektor Komoditas Energi
Sektor komoditas seperti energi yang meliputi minyak dan gas (migas) dan batu bara berpotensi diuntungkan ketika rupiah melemah. Pasalnya, sektor ini masih mengandalkan penjualan ekspor di mana mayoritas transaksi dalam laporan keuangan dicatatkan dengan denominasi dolar AS.
Saham emiten migas juga sempat kompak menghijau secara year to date (YTD) menyusul kontrak berjangka (futures) komoditas acuannya yang sempat naik imbas serangan drone misil Iran ke Israel di akhir pekan lalu.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (17/4), saham PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX) menguat 4,22 persen YTD. Ada juga saham PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) yang melesar 21,69 persen YTD, saham PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) naik 1,82 persen. Kemudian, saham Medco Energi International Tbk (MEDC) melesat 35,5 persen YTD.
Sektor Farmasi
Emiten sektor farmasi bisa terdampak oleh pelemahan rupiah terhadap USD. Ini karena 90 persen bahan baku farmasi masih diimpor dan bisa mendorong pembengakakan biaya operasional. Pelemahan rupiah perlu diantisipasi dengan melakukan hedging atau lindung nilai terhadap bahan baku farmasi. (ADF)