Kedua, minimnya lapangan kerja di sektor padat karya. Di tengah membludaknya PHK, pembukaan lapangan pekerjaan baru di sektor padat karya dalam lima tahun terakhir juga nyaris tidak ada.
Padahal sektor ini menjadi andalan untuk menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar sehingga diharapkan bisa melahirkan apa yang disebutnya sebagai warga kelas menengah.
Namun data BPS terakhir menunjukkan 9,48 juta warga kelas menengah Indonesia justru turun kelas dalam lima tahun terakhir, menjadi hanya 47,85 juta.
Situasi tersebut tak lepas dari kebijakan pemerintah yang lebih menggenjot investasi di sektor padat modal seperti tambang ketimbang padat karya yang membuka lapangan kerja baru.
Ketiga, tingginya suku bunga. Walaupun BI sudah memangkas suku bunga acuan pada September 2024 menjadi 6 persen dari sebelumnya 6,25 persen, namun uang yang beredar di masyarakat jadi lebih mahal dan bukan berarti bisa "mengurangi lonjakan deflasi" di bulan-bulan mendatang.
Sebab, PHK massal dan tidak adanya lapangan kerja baru belum sepenuhnya teratasi. Konsekuensinya, daya beli masyarakat juga belum akan membaik.
"Berdasarkan data di atas, mata uang Rupiah pada perdagangan berikutnya diprediksi bergerak fluktuatif, namun kembali ditutup melemah di rentang Rp15.470-Rp15.580 per USD," kata Ibrahim.
(Fiki Ariyanti)