IDXChannel - Nilai tukar rupiah ditutup melemah 39,5 poin atau sekitar 0,24 persen ke level Rp16.693,5 per USD pada perdagangan Selasa (11/11/2025).
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi menuturkan, pelemahan rupiah kali ini dipengaruhi oleh sentimen eksternal, terutama dari Amerika Serikat, setelah Senat AS menyetujui rancangan undang-undang (RUU) pendanaan yang mengakhiri penutupan (shutdown) pemerintahan terlama dalam sejarah negara tersebut.
“RUU tersebut kini dibawa ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk dipertimbangkan. Mayoritas Partai Republik mengisyaratkan akan mengesahkan RUU tersebut paling cepat pada Rabu, sebelum diserahkan kepada Presiden Donald Trump untuk ditandatangani menjadi undang-undang,” tulis Ibrahim dalam riset hariannya, Selasa (11/11/2025).
Berakhirnya government shutdown yang telah berlangsung selama 41 hari akan membuka kembali akses terhadap data ekonomi resmi pemerintah AS, yang diharapkan memberikan kejelasan lebih lanjut bagi pelaku pasar terhadap arah ekonomi terbesar di dunia itu.
Meski demikian, pasar masih memperkirakan peluang penurunan suku bunga acuan AS pada Desember 2025 di tengah ketidakpastian ekonomi. Namun, Bank Sentral AS (The Fed) pada pertemuan Oktober lalu justru meredam ekspektasi tersebut, menandakan sikap yang tetap berhati-hati terhadap prospek pelonggaran kebijakan moneter.
Selain faktor ekonomi AS, ketegangan geopolitik di Eropa juga menambah tekanan terhadap mata uang negara berkembang, termasuk rupiah. Ukraina pada akhir pekan kembali melancarkan serangan pesawat tak berawak terhadap infrastruktur energi Rusia, yang kemudian dibalas dengan serangan balik oleh Moskow. Konflik yang telah memasuki tahun ketiga itu belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Menurut Ibrahim, ketegangan ini justru memberikan sedikit dorongan terhadap harga minyak global, lantaran serangan tersebut mengganggu pasokan energi Rusia. Di sisi lain, AS menyiapkan sanksi tambahan terhadap industri minyak Rusia guna menekan Moskow agar menyetujui gencatan senjata.
Dari dalam negeri, sentimen datang dari pernyataan Kementerian Keuangan yang menegaskan bahwa kebijakan redenominasi rupiah atau pemangkasan tiga digit nol belum akan direalisasikan dalam waktu dekat, termasuk pada 2026.
"Redenominasi merupakan kewenangan Bank Indonesia selaku otoritas moneter. Meski telah masuk dalam rencana strategis nasional, realisasinya baru akan difokuskan pada penuntasan landasan hukum pada 2026-2027," kata Ibrahim.
Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025-2029, penanggung jawab penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi adalah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dengan target penyelesaian kerangka regulasi pada 2026.
Bank Indonesia (BI) juga menegaskan, pembahasan RUU Redenominasi akan dilakukan bersama pemerintah dan DPR dengan memperhatikan stabilitas politik, ekonomi, sosial, serta kesiapan teknis, termasuk aspek hukum, logistik, dan teknologi informasi.
Redenominasi sendiri merupakan penyederhanaan jumlah digit pada pecahan rupiah tanpa mengubah daya beli maupun nilai tukar terhadap barang dan jasa. Langkah ini dinilai BI sebagai bagian dari upaya memperkuat kredibilitas rupiah dan meningkatkan efisiensi transaksi di sistem pembayaran nasional.
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, Ibrahim memperkirakan rupiah masih akan bergerak fluktuatif pada perdagangan selanjutnya dalam rentang Rp16.690 hingga Rp16.730 per USD.
(DESI ANGRIANI)