Dari sentimen domestik, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus USD2,39 miliar per Oktober 2025. Dengan demikian, Indonesia mencatatkan surplus perdagangan selama 66 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Ekspor Oktober 2025 mencapai USD24,24 miliar atau turun 2,31 persen dibandingkan Oktober 2024 (yoy). Penurunan ekspor disebabkan oleh penurunan ekspor migas hingga 33,60 persen.
Nilai impor Oktober 2025 mencapai USD21,84 miliar atau turun 1,15 persen dibandingkan Oktober 2024 (yoy). Surplus pada Oktober 2025 lebih ditopang pada komoditas nonmigas yaitu sebesar USD4,31 miliar dengan komoditas penyumbang surplus utama lemak dan minyak hewani nabati, kemudian bahan bakar mineral, serta besi dan baja.
Kemudian, aktivitas manufaktur Indonesia kembali menunjukkan ekspansi berturut dalam 4 bulan terakhir. PMI manufaktur Indonesia pada November 2025 berada di level 53,3 atau lebih tinggi dari bulan sebelumnya 51,2. Angka tersebut juga melampaui ekspansi September 2025 yang hanya mencapai 50,4 namun lebih rendah dari Agustus 2025 sebesar 51,5.
Sebelum ekspansi beruntun, PMI manufaktur sempat terkontraksi ke titik terendah di level 46,7 pada April lalu. Kontraksi terjadi 4 bulan, sejak April hingga Juli 2025.
Berdasarkan analisis tersebut, Ibrahim memprediksikan mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif pada perdagangan selanjutnya dan berpotensi ditutup menguat dalam rentang Rp16.630-Rp16.670 per dolar AS.
(Dhera Arizona)