sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Rupiah Menguat Tipis ke Rp16.185 Jelang Akhir Pekan, Sinyal Dovish BI Jadi Penopang

Market news editor Anggie Ariesta
04/07/2025 17:27 WIB
Penguatan ini terjadi di tengah sentimen global yang beragam serta ekspektasi kebijakan moneter domestik yang lebih akomodatif.
Rupiah Menguat Tipis ke Rp16.185 Jelang Akhir Pekan, Sinyal Dovish BI Jadi Penopang (Foto: iNews Media Group)
Rupiah Menguat Tipis ke Rp16.185 Jelang Akhir Pekan, Sinyal Dovish BI Jadi Penopang (Foto: iNews Media Group)

IDXChannel - Nilai tukar rupiah ditutup menguat 10 poin atau sekitar 0,06 persen ke posisi Rp16.185 per USD pada Jumat (4/7/2025) menjelang akhir pekan.

Penguatan ini terjadi di tengah sentimen global yang beragam serta ekspektasi kebijakan moneter domestik yang lebih akomodatif.

Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi menjelaskan, pasar keuangan global tengah mencermati rencana Presiden AS Donald Trump, yang berniat mengajukan kebijakan tarif perdagangan baru terhadap sejumlah negara mitra utama. 

Trump menyatakan akan mulai mengirim surat pemberitahuan tarif secepatnya pada Jumat ini, sebuah langkah yang berbalik arah dari klaim sebelumnya mengenai rencana menandatangani 90 kesepakatan dagang dalam 90 hari.

"Komentar Presiden menandai perubahan tajam dari klaim sebelumnya bahwa Washington akan menandatangani 90 kesepakatan perdagangan dalam 90 hari, dengan Trump mengakui kompleksitas upaya semacam itu," tulis Ibrahim dalam riset hariannya, Jumat (4/7/2025).

Rencana kebijakan bertajuk Hari Pembebasan Tarif tersebut mencakup tarif impor antara 20 hingga 50 persen, dan dijadwalkan mulai berlaku pada 9 Juli 2025.

Hingga saat ini, AS baru menjalin kesepakatan dagang dengan Inggris dan Vietnam, serta sebuah kerangka kerja dengan China. Jika diterapkan secara menyeluruh, kebijakan tarif ini dikhawatirkan bakal menghambat arus perdagangan global dan menekan perekonomian negara-negara eksportir utama di Asia.

Selain itu, pasar juga diguncang oleh kekhawatiran terhadap lonjakan defisit fiskal AS, menyusul disetujuinya RUU pemangkasan pajak besar-besaran oleh Kongres pada Kamis. 

RUU tersebut mencakup pemotongan pajak, peningkatan keamanan perbatasan, serta pengurangan anggaran untuk program jaring pengaman sosial. Kantor Anggaran Kongres (CBO) memperkirakan kebijakan ini akan menambah utang nasional AS sebesar USD3,4 triliun, dari posisi saat ini USD36,2 triliun.

Dari kawasan Asia, tensi perdagangan sedikit mereda setelah AS mencabut beberapa kontrol ekspor terhadap produk chip ke China. Beijing pun memberi sinyal sedang meninjau kembali lisensi ekspor tanah jarang sebagai respons atas langkah Washington tersebut.

Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) memberikan sinyal kuat untuk kemungkinan penurunan suku bunga acuan lanjutan. Setelah dua kali memangkas BI-Rate masing-masing 25 basis poin pada Januari dan Mei 2025 hingga berada di level 5,50 persen, BI menilai masih ada ruang untuk pelonggaran lebih lanjut, seiring dengan proyeksi inflasi yang tetap rendah.

BI juga terus memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar valas, baik lewat transaksi spot, pasar non-delivery forward (NDF), maupun domestic NDF (DNDF). Di sisi likuiditas, hingga 26 Juni 2025, bank sentral telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sekunder senilai Rp132,9 triliun.

Langkah ini diharapkan mampu menopang kebijakan fiskal pemerintah dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan mendorong pertumbuhan. Selain itu, BI juga memperlonggar kebijakan makroprudensial, termasuk peningkatan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) dari Rp293 triliun pada akhir 2024 menjadi sekitar Rp371 triliun pada pertengahan Juni 2025.

Ibrahim memprediksi, pergerakan rupiah pada perdagangan berikutnya akan cenderung fluktuatif, dengan potensi bergerak di kisaran Rp16.140 hingga Rp16.190 per USD, seiring dinamika global dan arah kebijakan BI.

(DESI ANGRIANI)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement