Namun, beberapa mata uang tetangga justru tampil perkasa yaitu rupee India menguat signifikan 1,10 persen dan ringgit Malaysia terapresiasi 0,46 persen ke level MYR 4,074 per dolar AS serta, peso Filipina & baht Thailand kompak menguat di atas 0,5 persen.
Ketidakselarasan ini dipicu oleh indeks dolar AS (DXY) yang masih menguat 0,20 persen ke posisi 98,599 sepanjang pekan ini.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi menjelaskan bahwa salah satu pemicu pelemahan datang dari rilis data Indeks Harga Konsumen (CPI) AS yang mengalami penurunan ke level terendah sejak awal 2021. Namun, terdapat kekhawatiran mengenai keakuratan data tersebut.
“Baik CPI utama maupun inti mengalami penurunan, tetapi para ekonom memperingatkan bahwa penutupan pemerintah selama 43 hari dapat mendistorsi beberapa data yang dikumpulkan untuk rilis tersebut,” tulis Ibrahim dalam risetnya.
Dari dalam negeri, tekanan terhadap rupiah juga dipicu oleh kekhawatiran mengenai kondisi fiskal Indonesia dalam jangka menengah. Bank Dunia memproyeksikan defisit APBN akan terus melebar hingga mendekati ambang batas konstitusi sebesar 3 persen terhadap PDB pada tahun 2027.