Sentimen Negatif Bank Digital
Bank digital saat ini sedang mengejar pemenuhan modal inti minimum. Adapun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberi peringatan kepada umum dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk memenuhi ketentuan memiliki modal inti Rp3 triliun pada akhir 2022.
Berdasarkan ketentuan pemenuhan modal Rp3 triliun sesuai Peraturan OJK No.12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum, bank yang tidak memenuhi ketentuan tersebut akan turun kasta menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Adapun menurut riset Samuel Sekuritas Indonesia bertajuk “Digital Banking Sector: Long-term Growth Opportunities” yang dirilis pada Senin (10/10) menyebutkan, terdapat tiga bank yang belum memenuhi kriteria tersebut, yakni BBYB, BANK, dan AGRO.
Dalam riset tersebut juga disebutkan bahwa adanya kemungkinan yang ditempuh bank digital dalam meningkatkan modalnya melalui pasar ekuitas.
“Kami melihat jika bank tersebut memilih meningkatkan modal tambahan melalui pasar ekuitas, maka ada kemungkinan terjadinya tekanan terhadap saham mereka karena pasar dan sentimen yang kurang menguntungkan saat ini,” tulis analis Samuel Sekuritas Indonesia, Paula Ruth.
Selain soal pemenuhan modal inti minimum, bank digital juga dihadapkan dengan tantangan dalam memperluas Net Interest Margin (NIM). Adanya inflasi dan kenaikan suku bunga bisa jadi mempersulit bank mini dalam memperluas NIM mereka.
Kendati demikian, Samuel Sekuritas menilai pertumbuhan bank digital di Indonesia tetap menarik.
Adapun pertumbuhan bank digital tetap berada pada lintasan yang kuat seiring meningkatnya penetrasi smartphone secara signifikan dan rendahnya penetrasi lembaga keuangan konvensional yang menjadi celah bagi bank digital untuk masuk di sektor ini.
“Namun di jangka pendek, saham bank digital mungkin tetap bergejolak di tengah ketidakpastian pasar karena kekhawatiran tentang kenaikan suku bunga,” tulis Paula.
Periset: Melati Kristina
(ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.