Kekerasan yang semakin memanas ini terjadi setelah Israel memulai invasi ke selatan Lebanon dan melancarkan serangan rudal ke Suriah, di samping melanjutkan operasi militer di Gaza.
Iran adalah salah satu produsen minyak utama di kawasan ini. Karenanya, pasar khawatir, eskalasi lebih lanjut dapat mengganggu produksi minyak dari negara tersebut.
Reaksi pasar minyak akan sangat bergantung pada skala dan kerusakan dari setiap serangan Iran, yang dapat menentukan respons Israel dan lebih lanjut mengguncang kestabilan kawasan.
Di sisi lain, mengutip Trading Economics, Selasa (1/10), Libya tengah bersiap untuk memulai kembali produksinya setelah menyelesaikan konflik internal. Libya memproduksi 1,2 juta barel per hari, tetapi produksi sempat turun di bawah 450.000 barel pada Agustus akibat ketidakstabilan politik.
Dari kiblat pasar keuangan dunia, bursa saham Amerika Serikat (AS) alias Wall Street ditutup dengan catatan suram pada Selasa, seiring Nasdaq turun lebih dari 1 persen, setelah aksi Iran yang meluncurkan serangan rudal balistik ke Israel.