sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Saham Rokok HMSP-GGRM Cs Melesat, Mulai Menarik Lagi?

Market news editor TIM RISET IDX CHANNEL
21/10/2025 07:35 WIB
Saham emiten produsen rokok kompak ditutup menguat pada Senin (20/10/2025) seiring peralihan minat investor ke saham-saham berbasis fundamental.
Saham Rokok HMSP-GGRM Cs Melesat, Mulai Menarik Lagi? (Foto: Freepik)
Saham Rokok HMSP-GGRM Cs Melesat, Mulai Menarik Lagi? (Foto: Freepik)

IDXChannel – Saham emiten produsen rokok kompak ditutup menguat pada Senin (20/10/2025) seiring peralihan minat investor dari saham-saham konglomerat ke saham-saham berbasis fundamental.

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC) melonjak 18,95 persen ke level Rp364 per unit, berupaya mengakhiri tren pelemahan dalam beberapa waktu terakhir setelah sempat reli pada September lalu.

Saham PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) juga naik 15,00 persen ke Rp1.150 per unit, mencoba bangkit dari tekanan di zona merah belakangan ini.

Setali tiga uang, saham PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) menguat 7,41 persen ke Rp725 per unit dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) ikut naik 2,38 persen menjadi Rp11.825 per unit.

Pengamat pasar modal Michael Yeoh menilai saat ini tengah terjadi pergeseran sektoral di pasar saham. “Saat ini terjadi shifting sectoral dari saham-saham konglomerasi ke saham-saham yang berbasis fundamental,” ujarnya, Senin (20/10/2025).

Menurut dia, pergeseran tersebut tidak hanya berlangsung di sektor rokok, tetapi juga menjalar ke emiten defensif. “Ini terjadi tidak hanya dari sektor rokok, termasuk company-company defensive, seperti UNVR dan big banks,” kata Michael.

Ia juga menyoroti posisi teknikal saham-saham rokok yang mulai menarik. “Di luar dari potensi dipangkasnya cukai serta rokok ilegal, GGRM dan HMSP memang memiliki area teknikal yang menarik,” tutur Michael.

Michael menjelaskan, secara teknikal HMSP tengah melakukan retracement di area neckline pola cup and handle di level 660, dengan potensi penguatan hingga 7.800. Sementara itu, GGRM sedang menguji area support gap di 11.175.

“Jika mampu bertahan di level ini, maka ada potensi pembalikan arah,” imbuh dia.

Sementara itu, CGS International (CGSI) Sekuritas Indonesia menilai rezim pajak yang lebih longgar dapat membuka ruang pertumbuhan laba (EPS) bagi emiten rokok dalam beberapa tahun mendatang.

Dalam riset bertanggal 29 September 2025, CGSI memperkirakan pelonggaran kebijakan cukai tidak hanya berdampak positif pada kinerja tahun fiskal 2026 (FY26F), tetapi juga berpotensi menopang ekspansi jangka menengah.

Meski begitu, sektor ini masih menghadapi tantangan besar dari peredaran rokok ilegal yang menawarkan harga jauh lebih murah dibandingkan produk resmi.

CGSI memperkirakan pangsa pasar rokok ilegal bisa mencapai 20 persen. Karena itu, langkah penegakan hukum yang lebih ketat diyakini dapat mengalihkan permintaan ke merek-merek resmi.

CGSI memperkirakan, setiap kenaikan 1 persen volume penjualan dapat mendorong pertumbuhan laba bersih FY26F sebesar 14 persen untuk GGRM, 5 persen untuk HMSP, dan 3 persen untuk WIIM. Saat ini, sektor rokok diperdagangkan pada P/E 9 kali FY26F, mendekati batas bawah rata-rata lima tahunnya.

Dengan kebijakan cukai yang lebih longgar, CGSI menilai peluang re-rating valuasi semakin terbuka. Namun, potensi risiko tetap ada, terutama jika permintaan melemah dan kenaikan harga tertunda. Dari sejumlah emiten, CGSI memilih HMSP sebagai saham unggulan di sektor ini.

Cukai Rokok 2026

Sebelumnya, pemerintah memastikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan Harga Jual Eceran (HJE) rokok tidak naik pada 2026. Langkah ini dilakukan untuk melindungi industri rokok yang tertekan dalam lima tahun terakhir.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan, tidak ada pembahasan di internal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait rencana penyesuaian cukai atau harga eceran rokok.

“Belum ada kebijakan seperti itu, saya nggak tahu,” kata Purbaya di sela peringatan HUT ke-79 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta, Senin (13/10/2025).

Menurutnya, tidak ada urgensi untuk HJE rokok, terutama karena langkah itu bisa menimbulkan kesan tidak konsisten dengan kebijakan cukai yang tidak naik.

“Harusnya sih nggak usah (naik harga), kalau nggak kan tipu-tipu. Anda anggap saya tukang kibul? Nggak naik (cukai), tapi harganya (eceran) dinaikkan, sama aja kan?” ujarnya.

Purbaya menilai, menjaga stabilitas harga penting untuk menghindari munculnya kesenjangan antara produk rokok legal dan ilegal. Kenaikan harga, menurutnya, justru dapat memperluas pasar bagi rokok ilegal yang dijual dengan harga lebih murah.

"Selisih antara produk yang legal dengan ilegal jadi semakin besar. Kalau makin besar akan mendorong barang-barang ilegal,” katanya.

Karena itu, pemerintah memutuskan untuk mempertahankan CHT dan HJE rokok pada tahun depan. “Sampai sekarang saya belum kepikiran dinaikkan. Saya pikir sih biarkan aja,” katanya. (Aldo Fernando)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

Halaman : 1 2 3 4 5
Advertisement
Advertisement