sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Sambut Senja Industri Rokok, Terhimpit Cukai hingga Market Cap Anjlok

Market news editor Melati Kristina - Riset
08/08/2022 07:00 WIB
Emiten produsen rokok tengah menuju senja dalam beberapa tahun belakangan, salah satunya karena tercekik beban cukai rokok.
Sambut Senja Industri Rokok, Terhimpit Cukai hingga Market Cap Anjlok. (Foto: MNC Media)
Sambut Senja Industri Rokok, Terhimpit Cukai hingga Market Cap Anjlok. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Emiten rokok tengah meredup dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini tercermin dari tergesernya kapitalisasi pasar emiten-emiten rokok terbesar Tanah Air oleh emiten lainnya di luar industri ini yang tergolong masih baru.

Adapun raksasa rokok tersebut adalah PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan PT H.M Sampoerna Tbk (HMSP). Tercatat, saat ini GGRM dan HMSP sudah tak lagi masuk dalam ranking 10 saham dengan kapitalisasi pasar terbesar (big cap) di bursa.

Selain itu, kapitalisasi pasar atawa market cap GGRM sudah merosot dari level Rp100 triliun menjadi sekitar Rp50 triliun sejak anjloknya saham emiten rokok di tahun 2019 silam. Sementara, market cap HMSP saat ini di kisaran Rp105 triliun setelah sempat menembus Rp250-an triliun sekitar tiga tahun lalu.

Runtuhnya saham emiten rokok terutama disebabkan oleh naiknya cukai rokok khususnya cukai sigaret mesin yang menjadi produksi utama GGRM. Adapun pada Januari lalu, pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 12 persen.

Sementara untuk sigaret kretek tangan atau SKT juga mengalami kenaikan maksimal sebesar 4,5 persen.

Sejak 2015, pemerintah rerata menaikkan cukai rokok 12,5% dengan total kenaikan sejak tahun ini mencapai lebih dari 70%.

Menurut Menteri KeuanganSri Mulyani, kenaikan tarif cukai rokok mempertimbangkan beberapa aspek. Aspek tersebut yakni, pengurangan konsumsi rokok, perhatian kepada buruh di pabrik rokok, hingga penyebaran rokok ilegal.

Naiknya cukai rokok tersebut akan menyumbang penerimaan negara dari segmen ini sebesar 10 persen dari pendapatan negara di tahun 2022 atau senilai Rp193,53 triliun.

Membengkaknya cukai rokok tentu menggerus laba bersih perusahaan. Selama lima tahun terakhir, cukai rokok GGRM terus melesat. Hingga tahun 2021, cukai tersebut sudah melesat sebesar 83,59 persen sejak 2017. Tercatat per 2021, cukai rokok membengkak hingga Rp91,10 triliun.

Adapun beban dari pita cukai rokok menyumbang 82,36 persen dari beban pokok perusahaan di tahun tersebut. (Lihat tabel di bawah ini.)

Dalam riset yang terbit pada Senin (1/8), Mirae Asset Sekuritas Indonesia menurunkan rekomendasi (downgrade) saham GGRM menjadi jual atawa sell dengan harga target (TP) Rp20.000 per saham. Sebelumnya, dalam riset 8 Mei 2022, Mirae memberikan ratinghold.

Ini lantaran, kata periset Mirae, laba bersih GGRM berada di bawah estimasi Mirae dan konsensus analis. Mirae bilang, pihaknya tetap meyakini bahwa Gudang Garam tidak mampu menaikkan harga jual rata-rata produk (ASP) demi meredam dampak kenaikan cukai.

Senada dengan Mirae, Ciptadana Sekuritas Asia dalam riset pada Senin (1/8) juga menurunkan rekomendasi saham GGRM menjadi sell dengan TP Rp21.800/saham di tengah kinerja keuangan yang mengecewakan.

Sama seperti GGRM, emiten rokok lainnya yakni HMSP juga memiliki beban dari pita cukai yang tinggi. Sebagaimana dilansir dari laporan keuangan emiten, beban pita cukai dan pajak rokok dari HMSP pada tahun 2021 berkontribusi sebanyak Rp57,36 triliun terhadap beban pokok.

Sementara rasio beban pita cukai terhadap beban rokok di tahun tersebut sebesar 69,99 persen. Selain itu, terhitung sejak 2017 hingga 2021, pita cukai dan pajak rokok HMSP tumbuh sebesar 20,20 persen.(Lihat tabel di bawah ini.)

Adapun berdasarkan riset bertajuk “Regional Morning Notes” yang diterbitkan UOB KayHian pada Senin (1/8), keuangan HMSP disebut belum pulih karena tak dapatmembebankankenaikan cukai ke konsumen.

Sementara laba bersih setelah pajak emiten ini pada semester I-2022 turun sebesar 26,3 persen secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp3,05 triliun. Angka ini berada di bawah konsensus yang ditetapkan oleh para analis.

“Menurut penelusuran kami, semua pemain industri rokok menderita seiring menurunnya laba bersih emiten,” tulis analis UOB KayHian Stevanus Juanda Senin (1/8).

Selain itu, riset tersebut juga melakukan downgrade dari beli (buy) menjadi menahan kepemilikan saham (hold), dengan harga target (TP) sebesar Rp900/saham.

Mirip dengan UOB, Mirae dalam riset pada 1 Agustus 2022, memberikan rating hold dengan TP Rp920/saham usai bottom line HMSP di bawah estimasi.

Menambah sentimen negatif, emiten rokok lainnya,PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA), memutuskan untuk menjadi perusahaan tertutup atau go private.

Menurut Direktur RMBA, Dinar Shinta Ulie, proses pengurusan go private dan delisting atau penghapusan emiten di bursa masih terus berlanjut hingga saat ini.

Adapun pihak RMBA juga memastikan setiap tahapan yang dilalui perseroan telah berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurutnya, tahun 2022 masih menjadi tahun yang penuh tantangan bagi industri tembakau nasional. Hal ini selain disebabkan oleh kenaikan tarif cukai dan Harga Jual Eceran (HJE), juga dipicu oleh kurangnya tingkat prediktabilitas peraturan.

Selain itu meningkatnya perdagangan rokok ilegal serta minimnya insentif untuk mendorong investasi turut memberikan tekanan bagi industri tembakau secara keseluruhan.

"Terlepas dari tantangan tersebut, kami sangat yakin bahwa RMBA akan terus berperan aktif dalam perekonomian Indonesia, dengan menciptakan nilai dan masa depan yang lebih baik bagi semua pemangku kepentingan," kata Dinar.

Meski mayoritas emiten rokok mengalami ‘sunset’ di tahun ini, baik GGRM maupun HMSP pernah dikenal sebagai saham dengan kapitalisasi terbesar. Bahkan, kedua raksasa rokok ini sempat masuk ke jajaran 10 besar big cap Tanah Air.

Pada tahun 2019 lalu, kapitalisasi pasar HMSP dan GGRM berada di atas Rp100 triliun. Adapun kapitalisasi pasar HMSP pernah menyentuh Rp259,39 triliun, sedangkan GGRM sempat mencapai Rp181,63 triliun.

Tak hanya memiliki kapitalisasi pasar yang besar, saham GGRM juga terus menanjak sejak melantai pada 1990 lalu. Bahkan, harga sahamnya pernah menembus hingga Rp94.400/saham di penutupan 4 Maret 2019.

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement