Produksi Nikel Indonesia Masih Tumbuh
Indonesia tetap menjadi produsen nikel berbiaya terendah berkat melimpahnya cadangan bijih nikel. Produsen NPI di Indonesia saat ini mampu mencatat margin EBITDA sebesar USD1.500-USD2.000 per ton, jauh lebih tinggi dibandingkan smelter di China yang mengalami kerugian.
Produksi nikel Indonesia diproyeksikan tumbuh dengan CAGR 14 persen pada 2024-2028, didorong oleh peningkatan kapasitas nikel kelas 1. Namun, CGSI menekankan pentingnya kepemilikan tambang bijih nikel bagi perusahaan, mengingat kebijakan ketat Indonesia dalam mengatur kuota produksi bijih nikel, seperti yang terjadi pada 2024.
Dalam kondisi ini, CGSI lebih memilih perusahaan terintegrasi dengan pasokan bijih nikel memadai. PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) menjadi pilihan utama sektor ini berkat operasi vertikal terintegrasi, margin EBITDA tertinggi, dan proyeksi ROE terbaik di antara para pesaing.
Saham NCKL juga dinilai menarik dengan valuasi price to-earnings (PE) 6,2 kali untuk proyeksi tahun fiskal 2025, jauh lebih murah dibanding rata-rata industri sebesar 17,7 kali.
Saham Unggulan
Selain NCKL, CGSI memberikan rekomendasi hold untuk PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), dan PT Harum Energy Tbk (HRUM). Sementara itu, PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) mendapat peringkat reduce.