IDXChannel – Konglomerat Indonesia, Anthoni Salim, telah lama berkecimpung di dunia tambang. Bahkan, pengendali Grup Salim tersebut memiliki tambang vanadium yang terletak di Australia.
Asal tahu saja, vanadium merupakan logam yang bermanfaat bagi industri manufaktur. Vanadium dapat digunakan untuk membuat baja paduan, untuk digunakan dalam wahana luar angkasa, reaktor nuklir dan kapal induk, dan lain sebagainya.
Selain itu, baja paduan vanadium bisa dimanfaatkan untuk pembuatan perkakas, poros, batang piston dan sebagai penopang dalam konstruksi.
Lebih lanjut, mengutip australianvanadium.com.au, vanadium dapat digunakan sebagai pigmen keramik hingga berpotensi sebagai katoda baterai untuk kendaraan listrik. Vanadium pentoksida juga dapat digunakan sebagai katalis dalam pembuatan pewarna dan kain percetakan.
Dilansir dari buku The Rise of International Capital: Indonesian Conglomerates in ASEAN (2019), Salim masuk ke industri tambang Australia sejak 2014 lalu dengan mengakuisisi perusahaan tambang logam dasar dan mulia Robust Resources senilai USD70,5 juta melalui Droxford International Limited (Droxford).
Tercatat, Robust Resources memiliki proyek tambang di Pulau Romang, Maluku. Sedangkan kepemilikan saham Salim di perusahaan tambang tersebut mencapai 46,6 persen.
Di tahun yang sama, Salim menguasai tambang vanadium Windimurra milik Atlantic Limited melalui Droxford. Melansir dari situs resmi perusahaan, Atlantic memiliki proyek di wilayah Mid West, Australia Barat.
Sementara tambang tersebut diharapkan dapat menghasilkan sekitar 7.600 ton serpihan vanadium pentaoksida (V205) dengan kemurnian tinggi.
“Windimurra merupakan operasi vanadium kelas dunia yang nilai investasinya lebih dari AUD700 juta (Dolar Australia),” tulis situs resmi perusahaan.
Kendati demikian, akuisisi tersebut baru direstui oleh The Foreign Investment Review Board (FIRB) Australia pada 2016 seiring dengan dihentikannya produksi di Windimurra di tahun 2014 akibat kebakaran.
Sebagaimana dikabarkan Wall Street Journal (7 Maret 2014), kala itu, perusahaan vanadium terbesar di dunia tersebut tengah di ujung kebangkrutan sebelum diselamatkan oleh Salim. Kebakaran di Windimurra Vanadium Project turut berimbas pada disuspensinya saham Atlantic waktu itu.
Pada saat itu, kapitalisasi pasar Atlantic ambles hingga AUD27 juta. Padahal, Atlantic pernah memiliki kapitalisasi pasar yang menyentuh AUD367 juta di tahun 2011.
Wall Street Journal juga menyebutkan, Salim memberikan penawaran senilai USD30 juta demi menyelamatkan kelangsungan perusahaan asal Australia tersebut.
Selain menyelamatkan Atlantic melalui akuisisi saham, Salim turut melakukan pemugaran proyek vanadium di Windimurra untuk meningkatkan kapasitas produksi perusahaan.
Melansir The West Australian (3 April 2018), biaya yang digelontorkan untuk pemugaran tersebut senilai AUD127 juta yang dilaksanakan pada April 2019.
Melalui pemugaran tersebut, produksi akan meningkat hingga 7.750 ton V205 per tahun selama 25 tahun pertama masa tambang.
Dengan demikian, mengutip S&P Global (15 Agustus 2018), Windimurra dapat menghasilkan pendapatan tahunan sebesar AUD180 juta dengan asumsi harga vanadium sebesar USD8/pon pada 2018.
Atlantic sendiri hengkang atawa delisting dari bursa efek Australia (ASX Limited) per 27 September 2016 pasca akuisisi oleh Droxford.
Merujuk data Investing.com, harga vanadium pentaoksida per Kamis (29/9) mencapai USD7,90/pon. Sementara harga komoditas ini sedang dalam tren penurunan setelah mencapai harga tertingginya, yaitu USD12,40/pon pada 16 Maret 2022.
Periset: Melati Kristina
(ADF)