“Risiko yang kami ambil dalam meliputi cuaca ekstrem pada tahun 2023/24, pemulihan produksi yang lebih tinggi dari perkiraan dan perubahan peraturan minyak sawit,”tulis laporan Ciptadana dikutip Kamis (30/5).
Di samping itu, penguatan ringgit mengurangi daya tarik bullish harga CPO, seiring dengan kewaspadaan menjelang data PMI China Mei akhir pekan ini.
Melansir Reuters (6/3), pertumbuhan produksi minyak sawit tahunan pada 2023/2024 diperkirakan menjadi yang terkecil dalam empat tahun terakhir, yaitu sekitar 0,2-0,3 juta metrik ton. Harga minyak sawit diperkirakan pada kisaran harga MYR3.800-4.300 per ton dalam tiga bulan ke depan.
Minyak kelapa sawit, yang menyumbang lebih dari setengah dari sekitar 90 juta metrik ton minyak nabati yang dikirim ke seluruh dunia. CPO digunakan dalam berbagai produk mulai dari coklat, pizza hingga kosmetik dan sebagai biofuel. (ADF)