Namun, Net Profit Margin (NPM) SOLA justru turun sebesar 1,54 persen. Hal ini mengindikasikan perusahaan masih menghadapi tekanan profitabilitas meski pendapatan bertumbuh. Tantangan utama datang dari fluktuasi harga aspal global dan kurs rupiah.
Segmen jasa konstruksi menjadi kontributor utama pendapatan 2024, menyumbang Rp86,01 miliar atau sekitar 72,2 persen dari total pendapatan. Sementara itu, lini perdagangan aspal menyumbang Rp32,99 miliar atau 27,7 persen.
Prospek bisnis SOLA, kata Bhadaiwi, dinilai menjanjikan seiring tingginya kebutuhan infrastruktur nasional. Dia menyebut pasar di luar Pulau Jawa masih menyimpan potensi besar, khususnya untuk proyek jalan yang membutuhkan pasokan aspal modifikasi (bitumen).
Perseroan juga mencermati fluktuasi harga saham yang terjadi sejak April 2025. Manajemen menyatakan bahwa pergerakan harga dipengaruhi sentimen positif terhadap kontrak baru dan masuknya investor institusi asing yang memberi sinyal prospek jangka panjang.
Saham SOLA saat ini berada di level Rp148. Harga sahamnya melesat hampir 200 persen sejak awal tahun, setelah sempat turun ke bawah harga IPO di Rp110.
(Rahmat Fiansyah)