IDXChannel - Spekulan minyak yang tergabung dalam perusahaan manajemen investasi dana lindung (hedge fund) membuat taruhan harga minyak naik di atas USD100 per barel di tengah tren kenaikan harga minyak yang masih terus terjadi.
Mengutip Financial Times, penempatan dana lindung nilai di pasar minyak telah mendorong kenaikan harga minyak hampir 30 persen sejak Juni. Sementara itu, investor semakin getol membeli minyak dalam dua minggu terakhir baik untuk minyak mentah Brent maupun WTI.
Pada perdagangan Jumat (22/9/2023), harga minyak Brent bergerak menghijau 0,56 persen di level USD93,82 per barel. Sementara, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) naik 0,71 di level USD90,27 per barel, setelah pada perdagangan kemarin, Kamis (21/9) turun di kisaran USD88 per barel.
Dana lindung yang masuk ke pasar minyak akan menambah dorongan pada reli harga minyak yang awalnya dipicu oleh pengurangan produksi dan ekspor dari Arab Saudi dan Rusia.
Sebelumnya, perpanjangan pemotongan minyak sebesar 1 juta barel per hari yang dilakukan Riyadh hingga Desember mendatang di samping pengurangan lanjutan dari anggota OPEC+, telah mendorong harga minyak bergerak di level tertingginya sejak November tahun lalu.
Data terbaru menunjukkan bahwa posisi dana spekulan yang ditaruh di pasar Brent dan WTI melonjak 137.000 kontrak, atau 35 persen, ke level tertinggi dalam 18 bulan sebesar 527.000 kontrak dalam dua minggu yang berakhir pada 12 September. (Lihat grafik di bawah ini.)
Angka tersebut, setara lebih dari 500 juta barel atau sekitar lima hari permintaan global. Angka tersebut juga menunjukkan bahwa posisi hedge fund berperan sebagai spekulan harga minyak.
Ole Hansen, kepala strategi komoditas di Saxo Bank, mengatakan bahwa minat hedge fund terhadap minyak semakin kuat setelah pengumuman Arab Saudi tentang pembatasan produksi yang lebih lama.
“Itulah pemicunya. Tiba-tiba semua orang menyadari bahwa pasar akan terus bergerak lebih tinggi dalam jangka pendek,” kata Hansen.
Menteri Energi Arab Saudi tengah mempertahankan harga minyak dengan melihat lemahnya permintaan jika pertumbuhan ekonomi global melambat dalam beberapa bulan mendatang.
Namun para analis mengatakan sikap Pangeran Abdulaziz bin Salman bisa saja menjadi ramalan yang menjadi kenyataan. Kenaikan harga minyak ini berisiko mempersulit upaya bank sentral menurunkan inflasi dan semakin menghambat permintaan minyak global.