Selain itu, pada tahun ini SINI juga menganggarkan belanja modal sekitar Rp50 miliar, yang sebagian besar dialokasikan untuk operasional tambang agar dapat segera berproduksi.
Manajemen menyampaikan langkah ekspansi tersebut dilakukan di tengah tantangan perekonomian global yang masih dibayangi ketidakpastian.
“Mulai dari ketidakpastian kebijakan ekonomi dan geopolitik, perlambatan ekonomi sejumlah negara, tingginya inflasi sejumlah negara, tekanan pasar keuangan global, perubahan iklim, hingga disrupsi rantai pasok,” ujar manajemen.
Di luar bisnis pertambangan, SINI juga mempertahankan portofolio usaha di bidang akomodasi hotel, dan bisnis kayu melalui PT Interkayu Nusantara.
Hingga akhir 2024, SINI mencatatkan total pendapatan usaha senilai Rp435,14 miliar, yang didominasi oleh penjualan kayu. Dari sisi bottomline, SINI masih rugi Rp30,9 miliar, dengan rugi per saham mencapai Rp64,37 per saham.
(Rahmat Fiansyah)