Di tengah anjloknya penjualan, beban pokok penjualan (COGS) TGUK meroket 42 persen menjadi Rp87 miliar. Kenaikan ini disebabkan lonjakan persediaan, terutama di awal tahun.
Alhasil, perseroan mencetak rugi kotor Rp16 miliar, berbanding terbalik dibandingkan 2023 yang masih mencatat laba kotor Rp72 miliar.
Beban usaha TGUK juga hanya turun tipis sehingga menekan kondisi keuangan perusahaan. Beban usaha masih didominasi komisi penjualan untuk platform online meski jumlahnya turun hampir 50 persen. Namun, beberapa pos seperti iklan dan promosi serta perlengkapan rumah tangga tampak naik.
Setelah dikurangi beban pajak dan keuangan, bottomline TGUK rugi Rp81,7 miliar dengan rugi per saham Rp32,69.
Dari sisi neraca, TGUK mengalami kondisi yang mengkhawatirkan. Aset lancar perusahaan yang berdiri pada 2018 itu turun 90 persen dari Rp81 miliar menjadi Rp8 miliar.