IDXChannel - Keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) untuk mempertahankan suku bunganya di 5,25-5,50% menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru menjadi angin segar bagi perekonomian global.
"Ini adalah keputusan yang perlu disambut dengan kegembiraan, terutama bagi negara-negara berkembang, karena ini menunjukkan bahwa puncak dari kenaikan suku bunga The Fed sudah mulai melandai, sudah mulai reda," ujar Ekonom sekaligus Direktur CELIOS, Bhima Yudhistira kepada MNC Portal Indonesia di Jakarta, Kamis (14/12/2023).
Hal ini juga karena beberapa bulan sebelumnya ketika masih ada dorongan untuk hawkish dari The Fed sudah menimbulkan tekanan yang cukup besar, baik di pasar modal maupun pasar surat utang pemerintah Indonesia.
"Jadi outflow-nya sangat besar. Nah ini kalau terjadi pembalikan arah, The Fed akan mulai melandai, bahkan ada indikasi menurunkan suku bunga misalnya, maka diharapkan bisa membuat rupiah lebih stabil, minat investor untuk membeli surat utang pemerintah Indonesia atau SBN juga semakin bagus, dan semakin banyak yang terserap di pasar," jelas Bhima.
Dia menyebut, aksi ini bisa menstabilkan nilai tukar rupiah dan membuat investor yang tadinya khawatir terhadap risiko moneter dan suku bunga mulai merealisasikan, baik investasi portofolio maupun investasi langsung atau FDI ke Indonesia.
Sekarang, lanjut Bhima, yang perlu diantisipasi adalah momentum Pemilu di Amerika Serikat (AS) yang akan berlangsung di November 2024. Itu menjadi salah satu risiko juga karena biasanya menjelang pemilu AS, kebijakan-kebijakan fiskal di AS cukup riskan.
"Cukup bisa berpengaruh terhadap kebijakan geopolitik, kebijakan stabilitas makroekonomi global. Jadi tetap harus ada kewaspadaan meski tren suku bunganya sudah ditahan secara global," tandas Bhima.
(FAY)