Dia menyebut, aksi ini bisa menstabilkan nilai tukar rupiah dan membuat investor yang tadinya khawatir terhadap risiko moneter dan suku bunga mulai merealisasikan, baik investasi portofolio maupun investasi langsung atau FDI ke Indonesia.
Sekarang, lanjut Bhima, yang perlu diantisipasi adalah momentum Pemilu di Amerika Serikat (AS) yang akan berlangsung di November 2024. Itu menjadi salah satu risiko juga karena biasanya menjelang pemilu AS, kebijakan-kebijakan fiskal di AS cukup riskan.
"Cukup bisa berpengaruh terhadap kebijakan geopolitik, kebijakan stabilitas makroekonomi global. Jadi tetap harus ada kewaspadaan meski tren suku bunganya sudah ditahan secara global," tandas Bhima.
(FAY)