IDXChannel – Emiten BUMN karya masih menanggung utang perseroan yang menggunung di tengah kinerja fundamental perusahaan yang tertekan.
Adapun, emiten-emiten yang menanggung utang di semester I-2022 adalah PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT PP Tbk (PTPP), dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI).
Berdasarkan laporan keuangan emiten pada semester I-2022, WSKT menanggung utang atau liabilitas paling besar diantara emiten BUMN konstruksi lainnya, yaitu sebesar Rp77,21 triliun.
Sementara WIKA menyusul dengan perolehan liabilitas mencapai Rp51,72 triliun triwulan pertama tahun ini. Emiten BUMN lainnya, PTPP dan ADHI juga mencatatkan liabilitas yang termsuk tinggi, yaitu masing-masing sebesar Rp43,71 triliun dan Rp32,90 triliun. (Lihat tabel di bawah ini.)
Melambungnya utang emiten tentunya berdampak pada tingginya debt to equity ratio atau DER emiten BUMN karya. DER merupakan rasio utang dibandingkan dengan ekuitas.
Emiten dengan DER tertinggi yaitu WSKT yang DERnya mencapai 6,92 kali. Selain WSKT, emiten BUMN karya lainnya mencatatkan DER yang tingginya di atas rata-rata industri. Adapun DER industri konstruksi berada di level 1,24 kali.
Sementara DER ADHI mencapai 5,77 kali. Sedangkan dua emiten lain yang rasionya berada di atas rata-rata DER industri yakni PTPP dan WIKA, yaitu masing-masing 3,99 kali dan 3,98 kali.
Meningkatnya utang perusahaan pelat merah tersebut didorong oleh proyek pembangunan infrastruktur besar-besaran di Tanah Air yang terdampak pandemi Covid-19.
Di samping itu, pandemi juga menyebabkan alokasi dana untuk pembangunan disesuaikan untuk penanganan krisis termasuk infrastrutur perawatan kesehatan.
Data Proyek Utama Infrastruktur (KPD) menyebutkan, lebih dari 50 persen pekerjaan konstruksi diberikan kepada emiten konstruksi BUMN seperti WIKA, ADHI, WSKT, dan PTPP.
Ini berdampak terhadap jumlah utang emiten-emiten ini yang terus bertambah dalam jumlah besar sehingga terancam mengalami kesulitan keuangan di tengah kondisi pandemi. Sementara ditundanya pelaksanaan proyek dan gangguan arus kas dapat menimbulkan masalah bagi emiten ini.
Kinerja Keuangan Sebagian BUMN Karya Merosot di Semester I-2022
Selain tingginya utang yang ditanggung BUMN karya, beberapa emiten ini juga mencatatkan kinerja keuangan yang ambruk di semester I-2022.
WSKT misalnya, yang menanggung rugi bersih sebesar Rp236,52 miliar di periode ini. Padahal di semester I tahun lalu, emiten ini masih mampu membukukan laba bersih sebesar Rp154,13 miliar.
Meski demikian, WSKT masih mencatatkan pertumbuhan pendapatan bersih sebesar 29,29 persen secara year on year (yoy) di semester I-2022. Adapun pendapatan bersih WSKT naik menjadi Rp6,09 triliun.
Menyusul WSKT, emiten BUMN karya dengan kinerja keuangan ‘terboncos’ adalah WIKA. Di triwulan I-2022, laba bersih WIKA ambles hingga 98,30 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Bahkan emiten pelat merah ini hanya membukukan laba bersihnya sebesar Rp1,33 miliar di periode ini.
Tak hanya laba bersih yang merosot, pendapatan bersih WIKA juga ikut anjlok sebesar minus 19,40 persen secara yoy di triwulan I-2022 menjadi Rp3,16 triliun.
Sebagaimana dilansir dalam laporan keuangan emiten, turunnya pendapatan bersih WIKA di periode ini salah satunya disebabkan oleh melonjaknya beban pajak dan penghasilan sebesar 1.945,45 persen menjadi Rp7,37 miliar.
Padahal di periode sebelumnya, beban dari segmen ini hanya sebesar Rp360,28 juta. Adapun beban lainnya yang meningkat secara signifikan yakni beban penjualan yaitu 99,95 persen menjadi Rp3,07 miliar di triwulan I-2022.
Sedangkan beban lain yang meningkat yakni beban umum dan administrasi yaitu Rp202,20 miliar atau naik 19,76 persen.
Meski Sedang Downtrend, Saham Sektor Konstruksi Masih Overweight
Di tengah utang yang tinggi dan kinerja keuangan yang merosot, saham emiten BUMN karya juga berada di masa downtrendatau penurunan kinerja sejak pandemi Covid-19 pada 2020.
Adapun menurut data Yahoo Finance, saham ADHI pernah terkontraksi hingga menyentuh Rp416/saham pada 27 Maret 2020. Masih di bulan dan tahun yang sama, harga saham beberapa emiten konstruksi lainnya juga anjlok berjamaah.
Sebut saja WSKT yang mencatatkan penurunan harga saham hingga level Rp401/saham pada periode 20 Maret 2020. Selain itu, WIKA juga ambles dari Rp1.875/saham pada 28 Februari 2020 menjadi Rp830/saham di perdagangan 20 Maret 2020.
Tak hanya ketiga emiten tersebut, PTPP juga mengalami hal sama, yakni anjlok di level Rp555/saham pada perdagangan 20 Maret 2020 dari Rp1.410/saham pada perdagangan 21 Februari 2020.
Selain dalam masa downtrend, saham BUMN karya secara year to date (YTD) masih berada di zona merah. Adapun Bursa Efek Indonesia (BEI) pada perdagangan sesi I, Kamis (24/8) mencatat, saham yang memerah yakni WIKA (minus 5,88 persen) dan ADHI (minus 10,61 persen).
Sementara saham WSKT juga terkontraksi hingga minus 13,39 persen secara YTD. Ini menjadi kinerja saham terburuk di antara emiten BUMN karya lainnya.
Meski didominasi kinerja saham yang merosot, PTPP masih mencatatkan kinerja positif yang bertumbuh sebesar 1,52 persen sepanjang 2022.
Kendati demikian, prospek saham emiten BUMN karya masih diramal cerah seiring adanya katalis positif dari pembangunan ibu kota negara baru atau IKN yang melibatkan emiten-emiten ini.
Keterlibatan perusahaan konstruksi dalam menggarap proyek IKN tentunya bisa menjadi sentimen positif bagi kinerja perseroan hingga pergerakan sahamnya.
Adapun riset BRI Danareksa Sekuritas bertajuk “Equity Research Construction” yang diterbitkan pada Jumat (12/8) lalu juga memproyeksikan sentimen positif dari agenda ini.
Dalam riset tersebut turut disampaikan, kepastian pengembangan proyek di 2023-2024, pencapaian kontrak baru yang lebih tinggi tahun ini, dan dukungan pemerintah terhadap peningkatan likuiditas dan profitabilitas proyek dapat membantu sektor ini tumbuh positif kedepannya.
Senada dengan BRI Danareksa Sekuritas, riset Mirae Asset Sekuritas pada 23 Mei lalu, yang bertajuk “Construction, 2H22 Outlook: The Story Remains Intact” juga memberikan rating overweight bagi sektor ini.
Periset: Melati Kristina
(ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.