Selain itu, ekspektasi segera berakhirnya volatilitas ekstrem di pasar saham juga pupus usai seorang pejabat Gedung Putih mengatakan, AS akan segera mengenakan tarif pada China setinggi 104 persen.
Sementara Perdana Menteri China, Li Qiang mengatakan, negaranya memiliki banyak alat kebijakan untuk sepenuhnya mengimbangi guncangan eksternal yang negatif.
“Volatilitas mencerminkan situasi baru, di mana tidak seorang pun tahu apa jalan aturannya, atau bahkan apa tujuan yang diinginkan,” kata Que Nguyen di Research Affiliates LLC, mengutip Bloomberg, Rabu (9/4/2025) waktu Jakarta.
“Sampai investor menyetel ulang ekspektasi atau aturan dan tujuan tersebut dipahami dengan lebih baik, pasar akan terus berayun liar antara harapan dan ketakutan,” ujarnya.
Di seluruh pasar dunia, investor telah dicengkeram kekhawatiran bahwa sesuatu mungkin rusak dalam sistem keuangan di tengah volatilitas lintas aset, yang memicu spekulasi bahwa Federal Reserve mungkin perlu mempercepat pemangkasan suku bunga untuk mencegah resesi, bahkan dengan kekhawatiran inflasi yang merajalela.