sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Wall Street Bersiap Hadapi Data Inflasi, Potensi Koreksi Mengintai

Market news editor Dinar Fitra Maghiszha
10/08/2025 07:28 WIB
Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street bersiap menghadapi ujian penting pekan depan melalui rilis data inflasi.
Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street bersiap menghadapi ujian penting pekan depan melalui rilis data inflasi. (Foto: iNews Media Group)
Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street bersiap menghadapi ujian penting pekan depan melalui rilis data inflasi. (Foto: iNews Media Group)

IDXChannel - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street bersiap menghadapi ujian penting pekan depan melalui rilis data inflasi. Angka inflasi yang tinggi berpotensi membatasi reli saham-saham big cap yang menguat sebelumnya.

Akhir pekan ini, indeks acuan S&P 500 berakhir menguat lebih dari 8 persen sepanjang tahun hingga penutupan Jumat (8/8/2025), mendekati rekor tertinggi sepanjang masa. Sementara itu, Nasdaq Composite mencetak rekor baru, memulihkan penurunan setelah rilis data ketenagakerjaan yang lemah awal bulan ini.

Perbankan, termasuk Deutsche Bank dan Morgan Stanley, memperkirakan pasar berpotensi mengalami koreksi setelah kenaikan beruntun dalam empat bulan terakhir. Hal ini mendorong level valuasi pasar menjadi lebih mahal secara historis.

Periode Agustus–September juga dinilai sebagai bulan dengan kinerja terburuk bagi saham dalam 35 tahun terakhir, menurut data Stock Trader’s Almanac.

Laporan indeks harga konsumen (CPI) AS untuk Juli yang akan dirilis Selasa (12/8/2025) menjadi sorotan utama, dilansir Investing, Minggu (10/08).

Survei Reuters memperkirakan inflasi tahunan mencapai 2,8 persen yoy. Data yang lebih tinggi dari proyeksi dapat melemahkan ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga oleh bank sentral AS/Federal Reserve.

Di sisi lain, tarif impor yang diberlakukan pemerintahan Presiden Donald Trump disebut mulai memengaruhi harga beberapa barang, sebagaimana terlihat dalam laporan CPI Juni.

Kenaikan tarif terbaru yang berlaku Kamis (7/8/2025) membuat rata-rata bea impor AS mencapai level tertinggi dalam satu abad. Tarif tambahan juga diumumkan untuk produk semikonduktor dan farmasi, sementara tarif terhadap China berpotensi dinaikkan pekan depan jika perpanjangan gencatan tidak disetujui.

Data LSEG menunjukkan, kontrak berjangka Fed funds mengindikasikan lebih dari 90 persen kemungkinan The Fed akan menurunkan suku bunga pada pertemuan September, dengan setidaknya dua kali penurunan pada tahun ini. Namun, rencana itu dapat terganggu jika inflasi melebihi ekspektasi.

Sejak titik terendah pada April, S&P 500 telah menguat 28 persen, terdorong meredanya kekhawatiran resesi akibat tarif setelah pengumuman “Liberation Day” oleh Trump yang sempat memicu volatilitas ekstrem. Saat ini, indeks tersebut diperdagangkan di atas 22 kali estimasi laba setahun ke depan, jauh di atas rata-rata jangka panjang 15,8 kali.

Morgan Stanley mencatat, kombinasi data ketenagakerjaan yang lebih lemah dengan risiko inflasi terkait tarif dapat memicu koreksi, terutama pada kuartal III yang secara historis cenderung lemah.

Sementara itu, sejumlah pelaku pasar menilai dampak ekonomi dari kenaikan tarif mungkin baru terlihat dalam beberapa waktu ke depan. Saat ini pasar cenderung menganggap isu tersebut sebagai faktor yang minim pengaruh.

(Rahmat Fiansyah)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement