Ia berpendapat pemotongan suku bunga di tengah ekonomi yang masih sehat berisiko memicu ekses spekulatif yang didorong oleh ketakutan investor akan kehilangan aset (FOMO) alih-alih fundamental, hal itu bisa menyebabkan kenaikan saham yang sering berakhir dengan koreksi tajam.
Co-chief investment strategist di John Hancock Investment Management, Emily Roland, menggambarkan lingkungan saat ini sebagai situasi yang luar biasa menguntungkan tetapi rapuh.
"Ini benar-benar kembali ke fase bulan madu dengan adanya pemotongan suku bunga The Fed ini, tetapi tidak lebih buruk untuk mencerminkan pasar tenaga kerja yang benar-benar memburuk," ujarnya kepada Yahoo Finance pada hari Kamis, seraya mencatat bahwa pasar sedang melihat secara selektif.
"Yang mereka dengar hanyalah pemangkasan suku bunga The Fed, yang merupakan kabar baik bagi aset berisiko. Rasanya seperti kabar buruk adalah kabar baik, dan kabar baik adalah kabar baik, karena semua itu berarti The Fed akan terus memangkas suku bunga," ujarnya.
Adapun para ahli strategi di Wells Fargo, Barclays, dan Deutsche Bank semuanya telah menaikkan target S&P 500 mereka dalam beberapa minggu terakhir, menunjuk pada pendapatan yang tangguh, siklus investasi AI, dan kebijakan The Fed yang lebih longgar sebagai tulang punggung kenaikan pasar selanjutnya.
Namun, para investor yang optimistis pun mengakui adanya risiko di masa mendatang, dengan Citi, Fundstrat, dan Evercore ISI memperingatkan bahwa valuasi yang terlalu tinggi, melemahnya breadth, dan meningkatnya volatilitas teknologi dapat membuat jalur jangka pendek lebih berliku, bahkan jika pasar optimistis jangka panjang yang didorong oleh AI tetap utuh.
(Febrina Ratna Iskana)